NAMA : SITI MARIYAM
KELAS : ZAWA IV
NIM :
1713143022
Menurut Emile
Durkheim (seorang ilmuwan sosiolog dari Perancis), hukum adalah cerminan dari
solidaritas masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia solidaritas
mempunyai arti sifat satu rasa (senasib); perasaan setia kawan. Menurutnya,
solidaritas dapat dibedakan menjadi dua macam yakni solidaritas mekanis dan
solidaritas organis. Solidaritas mekanis dapat ditemukan ekspresinya dalam
pelanggaran kaidah hukum yang bersifat represif. Solidaritas ini menanggulangi
ancaman-ancaman dan pelanggaran-pelanggaran terhadap apa yang disebut kesadaran
nurani kolektif.[1]
Solidaritas ini dapat dijumpai pada masyarakat yang relatif sederhana dan
homogen. Hal ini disebabkan karena keutuhan masyarakat tersebut dijamin oleh
hubungan antar manusia yang erat, serta adanya tujuan bersama. Dan solidaritas
yang kedua dinamakan sebagai solidaritas organis. Solidaritas jenis ini
terdapat pada masyarakat yang lebih modern dan lebih kompleks, yakni masyarakat
yang ditandai oleh pembagian kerja yang kompleks.[2]
Tipe
Solidaritas Menurut Durkheim[3]
No
|
Mekanis
|
Organis
|
1
|
Pembagian kerja rendah (homogen)
|
Pembagian kerja tinggi (heterogen)
|
2
|
Kesadaran kolektif kuat
|
Kesadaran kolektif lemah
|
3
|
Hukum represif sangat dominan
|
Hukum restif dominan
|
4
|
Individualitas rendah
|
Individualitas tinggi
|
5
|
Konsensus terhadap pola normative
|
Konsensus terhadap nilai abstrak
|
6
|
Komunitas terlibat dalam seorang yang
melakukan penyimpangan
|
Badan-badan control social yang melakukan
penghukuman
|
7
|
Saling ketergantungan tinggi
|
Saling ketergantungan rendah
|
8
|
Bersifat primitif dan pedesaan
|
Bersifat industri dan perkotaan
|
Kasus 1
Juni 2013, pagi sekitar pukul 06.00 seorang warga Desa Tapan Rt. 2 Rw. 2,
Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung sebut saja Cukrik, tengah menjual
dua ekor ayam masing-masing ayam betina dan ayam jantan muda kepada seorang
warga satu desa juga yang berprofesi sebagai penjual ayam yakni Pak “IS”. Ayam
itu lantas dibeli oleh Pak “IS” seharga Rp 30.000,00 untuk ayam betina dan Rp
40.000,00 untuk ayam jantan. Disaat itu ayam betina dilepas dirumah Pak “IS”
sedangkan ayam jantan dibawa untuk dijual kembali di pasar. Tidak diketahui
sebelumnya oleh Pak “IS” bahwa ayam yang dijual Cukrik kepadanya adalah ayam
hasil curian.
Keesokan
harinya seorang pemuda berinisial “Y” membeli pakan ayam didepan rumah Pak
“IS”, dan dia melihat ayam betina yang baru saja dibeli oleh Pak “IS”. Ternyata
dia hafal bahwa ayam tersebut adalah ayam bapaknya, Pak “S” yang hilang. Atas
apa yang ia lihat, lantas ia melapor kepada bapaknya yang juga masih satu desa
dengan Cukrik maupun Pak “IS”.
Dua hari
kemudian, datanglah Pak “S” beserta Bu Kasun, Pak RT, dan Pak RW kerumah Pak
“IS” untuk melihat-lihat ayam. Setelah ayam yang dicari ketemu, mereka lantas
mengatakan kepada Pak “IS” bahwa ayam tersebut adalah ayam Pak “S” yang hilang.
Pak “S” beserta pamong desa akhirnya membawa ayam tersebut untuk dijadikan
sebagai bukti. Setelah itu mereka menggerebek Cukrik dirumahnya untuk dibawa
kekantor kelurahan dan sebelum akhirnya ia dibawa ke kepolisian.
Analisis Kasus 1
Dari uraian
kasus tersebut diatas jika dihubungkan dengan teori solidaritas yang
dikemukakan Emile Durkheim, kasus tersebut dapat digolongkan kedalam
solidaritas organis. Dimana hukum restitutif dominan, ini terlihat dari cara
korban yang melaporkan pencurian kepada pihak yang berwenang tanpa adanya
tindakan kekerasan atau aksi pukul sebelumnya. Penghukuman juga langsung
dilakukan oleh badan-badan yang berwenang.
Kasus 2
Pada tahun 2006, Siang pukul 14.00
di Perumahan Bumi Mas Blok E-21 Tunggulsari, Tulungagung, terjadi pencurian
kabel di rumah kosong oleh dua orang pengamen yang diketahui bahwa mereka
adalah warga Tamanan dan Kedungwaru. Kejadian bermula saat hujan sedang turun,
dua pengamen tersebut yakni si Bodong dan si Gepeng (nama samaran) memasuki
rumah kosong milik Pak “M” yang berada di Perumahan Bumi Mas Blok E-21 melalui
pintu belakang. Rumah tersebut bukan sengaja dikosongkan, namun hanya
disinggahi sebulan sekali oleh sang pemilik yang diketahui berasal dari
Trenggalek dan pada saat itu menjadi pegawai pajak.
Karena mereka didalam cukup lama,
salah seorang warga mencurigainya. Pak “S” mengintai kegiatan mereka didalam
rumah itu, sebelum akhirnya dia menyuruh anaknya untuk mengawasi mereka agar
tidak kabur dan Pak “S” menggerakkan warga agar mereka diamankan dan masalah
ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Pada saat Pak “S” dan warga sudah
berkumpul didepan rumah kosong, Pak “S” meminta mereka agar membuka pintunya,
namun mereka tak membukanya. Akhirnya Pak “S” membuka pintu lewat belakang
rumah tersebut. Mereka ditangkap oleh warga dan dibawa ke rumah ketua RW, namun
saat itu ketua RW tidak ada dirumah. Tepat disamping rumah ketua RW ada rumah
polisi yang berinisial “DP” mendengar hal tersebut akhirnya “DP” membawa mereka
kembali ke tempat kejadian perkara (TKP) dan menanyakan beberapa pertanyaan.
“Masuk lewat mana? Tujuannya untuk apa? Apa saja barang yang diambil?” Tanya
polisi tersebut kepada mereka. Dan mereka menjawab bahwa mereka bermaksut untuk
berteduh.
Setelah menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari pak “DP” diketahuilah bahwa mereka mencuri kabel
dirumah itu, dan kabel yang didapat cukup banyak, namun perkakas yang ada
dirumah tersebut tidak ikut dicuri olehnya. Dan akhirnya mereka dibawa keluar
dari rumah kosong tersebut, sesampainya diluar rumah barulah warga menghajar
mereka dan disaat itu Pak “DS” yang merupakan anggota Reskrim yang juga
bertempat tinggal di perumahan tersebut tengah pulang dan melihat banyak warga
sedang berkumpul, diketauinya bahwa ada pencuri Pak “DS” menangkap dan juga
memukuli pencuri tersebut, dari warga tersebut ada juga yang membawa kayu
hingga keduanya babak belur sebelum akhirnya pencuri tersebut diintrogasi oleh
Polsek kedungwaru. Diketahui bahwa salah satu dari mereka bisa dikatakan
anaknya orang mampu, bukan pengamen miskin seperti pada umunya. Hal ini
terlihat dari salah satunya yang membawa motor Ninja.
Analisa Kasus
2
Dari uraian
kasus tersebut diatas jika dihubungkan dengan teori solidaritas yang
dikemukakan Emile Durkheim, kasus tersebut dapat digolongkan kedalam solidaritas
mekanis. Hal ini terlihat dari hukum represif yang sangat dominan yakni ketika
warga langsung memberikan hukuman pukulan kepada si pencuri. Komunitas terlibat
dalam seorang yang melakukan penyimpangan yakni saat warga sendiri yang
menghukum pencuri sebelum akhirnya ditangani oleh Polsek Kedungwaru. Individualitas
rendah tercermin dari sikap mereka yang gotong royong berusaha menangkap
pencuri. Tetapi disisi lain kasus ini juga memiliki ciri-ciri dari organis,
dimana masyarakat di daerah Perumahan Bumi Mas merupakan masyarakat yang
heterogen, terdapat pembagian kerja yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari
profesi korban yakni Pak “M” yaitu sebagai pegawai pajak, Pak “DP” yang juga
warga perumahan berprofesi sebagai polisi, dan Pak “DS” merupakan anggota
reskrim. Dalam konteks masyarakat seperti tersebut diatas, menurut saya
pendapat Emile Durkheim kurang relevan.
Nilai 90
BalasHapus