Kamis, 31 Maret 2016

Stratifikasi Sosial


 HUBUNGAN ANTARA SRATIFIKASI SOSIAL DAN HUKUM

Sratifikasi sosial menurut Soetandyo adalah suatu proses terjadinya pelapisan-pelapisan dalam kehidupan bermasyarakat yang menjadikan suatu struktur kehidupan yang berlapis-lapis. Yang dimaksut berlapis-lapis adalah tersusun secara vertical, maka ada kelas bawah, menengah dan atas. Stratifikasi terjadi di kehidupan masyarakat dinegeri manapun, baik yang agraris maupun industrialis, yang feodallis ataupun kapitalis.
            Sumber terjadinya stratifikasi soaial adalah karena tidak berimbangnya pembagian hak dan kewajiban serta tanggung jawab sosial serta pengaruhnya terhadap sesama anggota masyarakat. Disamping itu juga karena adanya sesuatu yang dihargai baik berupa barang jasa, kehormatan, atau nila-nilai dalam masyarakat itu sendiri.
            Beberapa kriteria yang lazim dibuat dasar pengelompokkan masyarakat dalam strata-strata tertenru adalah:
1.      Ukuran kekayaan
Kekayaan dijadikan dasar pelapisan, maka barang siapa memiliki kekayaan paling banyak, ia akan menempati kelas teratas. Kekayaan yang dimaksut antara lain bisa dilihat dari keadaan rumah yang dimiliki, merk mobil yang dipakai, luas tanah, kebiasaan belanja, barang-barang elektronik, logam mulia, uang dn sejenisnya.
2.      Ukuran kekuasaan
Barang siapa memiliki kekuasaan atau wewenang terbanyak maka ia akan menempati kelas tertinggi.
3.      Ukuran kehormatan
Kehormatan dapat terkait dengan kekayaan dan kekuasaan, tetapi bisa juga lepas darinya. Orang yang paling dihormati dan disegai dalam masyarakat, terutama masyarakat tradisional biasanya adalah orang yang dianggap paling tua, paling berjasa atau paling konsisten mematuhi norma, walaupun secara structural ia tidak mempunyai kekuasaan dan miskin secara harta.
4.      Ukuran ilmu pengetahuan
Orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang lebih tinggi akan menempati strata sosial tertinggi. Ini yang terjadi dalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.
Secara teoritis setiap negara demokrasi menjamin persamaan kedudukan setiap warga negara dihadapan hukum dan kekuasaan, tetapi kenyataannya ditemukan fakta lain bahwa “lain yang ditulis, lain dalam undang-undang” yaitu bahwa dihadapan hukum tidaklah setiap orang mendapatkan perlakuan yang sama. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai tata hukum tertinggi dengan jelas mencantumkan jaminan persamaan kedudukan setiap warga didepan hukumdalam pasal 27(1):
Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
Berbeda dengan apa yang tertera dalam bunyi asal tersebut, fakta-fakta didalam kehidupan nyata masyarakat menunjukkan bahwa warga negara yang kebetulan menduduki kelas social bawah akan mengalami tingkat kesulitan yang lebih berat disbanding mereka yang merupakan warga kelas social menengah atau atas ketika dihadapkan pada persoalan hukum.
Realitas tersebut senada dengan pendapat Donald Black bahwa keberlakuan hukum dalam konteks strata sosial tertentu. Black menilai bahwa penegak hukum sering berlaku keras, tanpa tedeng aling-aling, tanpa belas kasih saat berhadapan dengan orang-orang strata bawah. Namun akan sangat loyo, lemah, tak berdaya ketika berhadapan dengan orang berpangkat, kaya dan berstatus sosial tinggi

KASUS I
Kasus pencurian sandal jepit di Palu, Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh AAL (15) pelajar SMK 3 menyebabkan ia terjerat pasal 362 KUHP dengan ancaman maksimal tuntutan 5 tahun penjara. Kejadian tersebut bermula saat AAL melintas bersama kawannya didepan kos seorang anggota Brimob Polda Sulteng, Briptu ARH. Didepan tempat kos itu, AAL melihat sandal jepit tergeletak, tanpa berpikir panjang, ia kemudian mengambilnya. Briptu ARH mempersoalkan pencurian sandal jepit itu ke pihak kepolisian. Enam bulan setelah peristiwa pencurian itu, polisi memanggil AAL dan kawannya. Mereka diinterogasi, bahkan dipukuli dengan tangan dan benda tumpul. AAL menderita lebam dipunggung, kaki, dan tangan, akibat kekerasan yang ia terima saat diinterogasi itu, ia pun mengaku mencuri sandal.
Kasus tersebut terus berulir, pengaduan Briptu ARH terus diproses secara hukum dan akhirnya masuk ke Kejaksaan Negeri Palu, kemudian ke pengadilan. Jaksa menyatakan, AAL melakukan tindak pidana pencurian dan diancam lima tahun. Pada awal Januari 2012 Pengadilan Negeri Palu akhirnya memutus bebas AAL. Meski diputus bebas ia dinyatakan bersalah karena mencuri barang milik orang lain. Ia tidak dihukum, tapi dikembalikan kepada orang tuanya.
Putusan ini menuai protes. Hakim dinilai tak memutus perkara berdasarkan kebenaran materiil. Fakta di persidangan, alat bukti yang diajukan berbeda dengan barang yang diduga dicuri. AAL didakwa mencuri sandal jepit merk Eiger No. 43. Namun, bukti yang diajukan adalah sandal jepit merk ANDO nomor 9,5.
Selama persidangan pun, tak ada satu saksi yang melihat langsung apakah sandal merk ANDO tersebut memang diambil AAL di depan kamar ARH. AAL sendiri membantah melakukan pencurian, tapi menemukan sandal ANDO diluar pagar tempat kos ARH. Saat hakim meminta mencoba, tampak jelas sandal ANDO tersebut lebih kecil di kaki ARH yang besar.

KASUS II
            Lagi-lagi majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru membebaskan terdakwa korupsi. Hakimnya masih “ASP”. Ia membebaskan “ZB” (47), mantan General Manager Pelindo I Cabang Dumai. Menurut “ASP” dalam amar putusannya, “ZB” tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana yang didakwa JPU, baik secara primair maupun dakwaan subsidair.
            “Membebaskan terrdakwa “ZB” dari segala tuntutan JPU. Memerintahkan untuk membebaskan terdakwa dari rumah tahanan. Memperbaiki nama baik terdakwa “ZB” dan mengembalikan seluruh barang milik terdakwa yang sempat disita” tegas “ASP”, Selasa (5/1/2016)
            Sementara itu terdakwa lainnya, “H” yang merupakan kepala UGK PT Pelindo I Medan, juga mendapat keringanan. Menurut majelis hakim, “H” tidak bersalah sebagaimana dalam dakwaan primer JPU. Hanya saja “H” dinilai terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah denngan UU NOmor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 (1) ke 1KUHP.
            “Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa ‘H’ dengan pidana penjara selama 2 tahun. Terdakwa juga dibebankan membayar denda Rp 50 juta atau subside 1 bulan penjara.”
            Sebelumnya kedua terdakwa dituntut pidana penjara selama 8 tahun oleh JPU. Kedua terdakwa juga dibebankan membayar denda masing-masing sebesar Rp 200 juta atau subside 6 bulan penjara. Dalam perkara ini kedua terdakwa juga dituntut  membayar uang pengganti sebesar Rp 583.264.000 atau subsidair 4 tahun penjara. Sedangkan terdakwa “ZB” diwajibkan membayar uang pengganti kerugian Negara sebesar Rp 800 juta atau subsidair 4 tahun penjara

            Dari kedua kasus yang berbeda tersebut terdapat perbedaan dimana pada kasus pertama pada seorang pelajar biasa, ia diperlakukan tidak adil yakni dipukul hingga lebam dipunggung, kaki, dan tangan saat diinterogasi, dan ia juga terancam vonis 5 tahun meski akhirnya ia dikembalikan pada orang tuanya. Dan pada kasus korupsi oleh H” yang merupakan kepala UGK PT Pelindo I Medan hanya dipenjara 2 tahun, bahkan “ZB” terbebas dari tuntutan. Dua keadaan yang berlawanan diatas menunjukkan bahwa stratifikasi sosial berdampak pada terjadinya diskriminasi pada layanan hukum. Penegak hukum sering berlaku keras, tanpa tedeng aling-aling, tanpa belas kasih saat berhadapan dengan orang-orang strata bawah. Namun akan sangat loyo, lemah, tak berdaya ketika berhadapan dengan orang berpangkat, kaya dan berstatus sosial tinggi. Dan dalam hal ini strata bawah akan dirugikan

DAFTAR PUSTAKA
Ni’mah, Zulfatun. 2012. Sosiologi Hukum; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras
news.liputan6.com

Rabu, 30 Maret 2016

Kaidah dan Lembaga Sosial


KAIDAH-KAIDAH SOSIAL


Disetiap masyrakat selalu terdapat kaidah-kaidah sosial, yakni kaidah kepercayaan, kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan dan kaidah hukum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaidah berarti rumusan asas yang menjadi hukum; aturan yang sudah pasti; patokan.

1.      Kaidah Kesopanan, yaitu ketentuan-ketentuan yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat. Aturan ini berlaku dalam lingkup tertentu, bersifat terbatas, cenderung sempit. Dasar dari kaidah kesopanan adalah kepantasan, kebiasaan, dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat dimana seseorang tinggal. Kaidah ini ditujukan untuk mengatur sikap lahiriah manusia demi terciptanya ketertiban. Ukurannya adalah rasa dari masyarakat yang bersangkutan. Pelanggaran atas kaidah ini menimbulkan sanksi berupa celaan, sikap yang mencerminkan kebencian dari masyarakat hinggadikucilkan dari pergaulan. Contoh kaidah kesopanan adalah:
a.       Menggunakan bahasa jawa krama inggil ketika berbicara dengan orang yang lebih tua
b.      Dilarang berdiri didepan orang yang sedang duduk
c.       Menutup mulut saat menguap, bersin dan batuk
d.      Tidak menyela pembicaraan orang lain
e.       Tidak berbicara dengan nada tinggi
f.       Tidak bersendawa didepan orang lain
g.       Mengetuk pintu dan mengucapkan salam ketika hendak bertamu ke rumah orang lain.
h.      Tidak menghabiskan makanan ketika dijamu oleh orang lain (makan dan minum secukupnya)
i.      Bertamu dengan waktu yang tepat (tidak berkunjung ketika waktu istirahat), dan tahu batas waktu (tidak terlalu lama agar tidak mengganggu orang lain).
j.        Menyapa orang lain ketika bertemu
k.      Menawari makanan dan minuman ketika hendak makan didepan orang lain
l.        Tidak tertawa terbahak-bahak
m.    Tidak buang gas didekat orang lain
n.      Tidak berteriak ketika didalam kamar mandi
o.      Tidak berkacak pinggang ketika berbicara dengan orang lain
p.    Tidak menghidupkan televisi, radio serta bersenandung dengan nada yang keras saat tetangga sedang tertimpa musibah
q.      Tidak boleh makan di didepan pintu
r.        Mengambil atau menerima sesuatu dengan tangan kanan
s.       Tidak meludah disembarang tempat atau didepan orang lain
t.        Tidak berdiri saat makan

2.      Kaidah kesusilaan, yaitu peraturan-peraturan hidup yang berasal dari hati nurani manusia. Ia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, berdasarkan bisikan suara hatinya. Kaidah kesusilaan ini mendorong untuk kebaikan akhlak pribadinya guna menyempurnakan pribadi manusia itu sendiri. Sanksi terhadap pelanggaran kaidah ini berasal dari diri sendiri, berupa rasa bersalah, rasa malu. Contoh dari kaidah kesusilaan adalah:
a.       Tidak membohongi orang lain
b.      Tidak mengolok-olok orang yang cacat, dll
c.       Menolong orang lain yang sedang membutuhkan bantuan
d.      Tidak telanjang didepan umum
e.       Tidak menipu
f.       Menghormati orang lain
g.      Tidak melakukan zina
h.      Jangan menganiaya
i.        Tidak menghina orang lain
j.        Tidak berbuat curang
k.      Tidak memakai pakaian yang transparan
l.        Tidak membawa teman lawan jenis untuk menginap
m.    Tidak membunuh.
n.      Membayar hutang
o.      Tidak kencing disembarang tempat
p.      Tidak memfitnah orang lain
q.      Tidak mengganggu orang lain
r.        Tidak merendahkan orang lain
s.        Meminta maaf bila melakukan kesalahan
t.        Tidak bertengkar didepan umum

3.      Kaidah Keagamaan, yaitu berisi kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhannya dan kepada diri sendiri. Sumber dari ajaran ini adalah ajaran-ajaran yang oleh penganutnya diyakini sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang mengancam pelanggaran kaidah keagamaan dengn sanksi tertentu, utamanya sanksi yang akan diterapkan dalam kehidupan setelah berupa siksaan api neraka.
a.       Melaksanakan shalat wajib lima waktu tepat waktu
b.      Menutupi aib orang lain
c.       Makan dengan mengucapkan bismillah
d.      Membaca Al-Qur’an
e.       Dilarang nikah, menikahkan dan meminang wanita selama ihram
f.       Melaksanakan puasa Ramadhan
g.      Menepati janji, nazar dan sumpah
h.      Tidak menggunjing orang lain
i.        Tidak berfoya-foya
j.        Tidak membentak orang tua
k.      Tidak berprasangka buruk pada orang lain
l.        Dilarang memakai emas dan sutera bagi laki-laki
m.    Wajib melaksanakan shalat jum’at bagi laki-laki
n.      Tidak sombong
o.      Memakai jilbab bagi perempuan
p.      Melasanakan haji bagi yang mampu
q.      Membayar zakat fitrah
r.        Tidak memakan harta anak yatim
s.       Jangan iri atau dengki pada sesama
t.        Tidak bercakap-cakap saat shalat

4.      Kaidah Hukum, yaitu kaidah yang berasal dari kekuasaan diluar diri manusia, yakni masyaraka yang diwakili Negara. Masyarakatlah yang secara resmi mempunyai kekuasaan untuk menjatuhkan sanksi dengan diwakili oleh pengadilan. Kaidah hukum mengatur sikap lahir perbuatan manusia, maka tidak akan dipersoalkan seseorang mematuhi kaidah hukum secara ikhlas atau dengan terpaks, yang penting perbuatan lahirnya tidak melanggar kaidah huku. Contoh kaidah hukum adalah:
a.       Dilarang mencuri atau merampok.
b.      Dilarang berjudi.
c.       Bagi pejalan kaki, berjalan di trotoar
d.      Dilarang mabuk-mabukan
e.       Dilarang main hakim sendiri yang menyebabkan seseorang terluka atau bahkan meninggal dunia.
f.       Berkendara dengan mengambil jalur kiri
g.      Tidak boleh belok kiri langsung kecuali terdapat papan penanda “belok kiri langsung”
h.      Tidak boleh kebut-kebutan ketika berkendara
i.        Memakai helm saat berkendara
j.        Tidak boleh memperkosa
k.      Menghidupkan lampu motor saat berkendara di siang maupun malam hari
l.        Tidak melawan arus pada jalan searah
m.    Dilarang menggunakan ponsel saat berkendara
n.      Dilarang parkir di sembarang tempat
o.      Dilarang memakai, menjual dan mengedarkan narkoba
p.      Dilarang menerobos lampu merah
q.      Dilarang menodai bendera dan lambang Negara
r.        Dilarang mendengarkan musik melalui headset saat berkendara
s.       Dilarang menyerang kehormatan atau nama baik seseorang
t.    Dilarang menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap pemerintah Indonesia


LEMBAGA-LEMBAGA SOSIAL
Lembaga kemasyarakatan terdapat didalam setiap masyarakat, Karena setiap masyarakat mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian, maka suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan dari kaidah-kaidah  dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Gillin dan Gillin sebagaiman yang dikutip Soerjono Soekanto, lembaga sosial mempunyai ciri umum, yaitu:
1.      Terdapat pola pemikiran dan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas sosial dan hasilnya.
2.      Mempunyai tingkat kekekalan tertentu.
3.      Mempunyai tujuan tertentu.
4.      Mempunyai alat-alat untuk mencapai tujuan.
5.      Mempunyai lambang tertentu.
6.      Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis.

Yatim Mandiri Tulungagung merupakan salah satu lembaga sosial. Dikatakan sebagai lembaga sosial karena ia memenuhi ciri-ciri diatas yakni:
1.      Pola pemikiran dan pola perilaku tercermin dalam aktivitas sosial berupa program-program Yatim Mandiri, yaitu:
Visi :
Menjadi lembaga terpercaya dalam membangun kemandirian yatim
Misi:
1.      Menmbangun nilai-nilai kemandirian yatim
2.      Meningkatkan partisipasi masyarakat dan dukungan sumbedaya untuk kemandirian yatim
3.      Meningkatkan capacity building organisasi

Adapun program-program Yatim Mandiri adalah:
a.  Rumah Kemandirian, yaitu program pemberdayaan anak yatim berbasis ICD (Integrated Community Development)
b.    Sanggar Genius, yaitu program pembinaan yatim dhu’afa dalam bidang dalam bidang akademik khususnya matematika dan akhlak.
c.    BOP (Bantuan perasional Pendidikan), yaitu bantuan pendidikan untuk anak yatim dhu'afa tingkat SD,SMP, dan SMA diseluruh Indonesia.
d.   ASA Yatim (Alat Sekolah Anak Yatim), yaitu program bantuan penyediaan peralatan seolah lengkap untuk anak-anak yatim dhu’afa.
e.     BISA (Bunda Yatim Sejahtera), yaitu bantuan modal usaha dan pendampingan bisnis diberikan kepada bunda yatim dhu’afa.
f.     Duta Guru, yaitu program penyediaan guru berkualitas sebagai pendidik yatim dhu’afa  dalam bidang Al-Qur’an dan diniyah.
g.    MEC (Mandiri Enterpreneur Center), yaitu program diklat beasiswa bagi anak yatim lulusan SMA/sederajat.
h.      PLUS (Pembinaan Lulus Ujian Sekolah), yaitu program pendampingan yatim dhu’afa kelas 6, 9, dan 12 agar lulus sekolah dengan prestassi optimal.
i.        Kesehatan Keliling, yaitu layanan kesehatan gratis untuk anak yatim dhu’afa berupa penyuluhan pengobatan/ perawatan,dan perbaikan gizi.
j.    SGQ (Super Gizi Qurban), yaitu program akumulasi dan distribusi hewan Qurban, dengan manfaat maksimal karena dikemas dalam bentuk kornet dan sosis berkualitas.
k.    Klinik RSM (Rumah Sakit Mandiri), yaitu program layanan kesehatan bermutu dengan biaya terjangkau  untuk masyarakat, dan gratis untuk anak yatim dhu’afa.
l.        SuperCamp, yaitu outbond training untuk membentuk mendidik anak Yatim usia SMP dan SMA sehingga memiliki karakter kepemimpinan dan kemandirian.
m.    ICMBS (Insan Cendekian Mandiri Boarding School), yaitu program pendidikan bagi anak yatim tingkat SMP dan SMA.

2.      Mempunyai tingkat kekekalan tertentu
Lembaga ini mempunyai tingkat kekekalan tertentu yakni lembaga ini beroperasi sejak 31 Maret 1994 hingga sekarang, dan tidak dapat ditentukan kapan lembaga ini akan berhenti beroperasi. Lembaga ini berpusat di Surabaya, beralamat di jalan Jambangan No. 135-137. Lembaga pusat ini tercatat dihadapan notaris Trining Ariswati, SH, kemudian mengalami pebaharuan dan tercatat dihadapan notaris Maya Ekasari Budiningsih, S.H, dengan nomor 12 tahun 2008. Lembaga yang awalnya bernama YP3IS ini menguatkan eksistensinya sebagai lembaga zakat dengan mendapatkan pengesahan dari DEPKUMHAM RI dengan nomor AHU-2413.AH.01.02.2008 dan mempunyai NPWP: 02.840.224.6.609.000.

3.      Mempunyai tujuan tertentu
Lembaga ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
a.       Mengajak masyarakat untuk bersama-sama membina anak yatim
b.      Meningkatkan kualitas dan daya saing anak yatim
c.       Membina anak yatim sampai mandiri

4.      Mempunyai alat-alat untuk mencapai tujuan
Dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini mempunyai alat-alat yang dapat menunjang pekerjaannya, antara lain adalah alat tulis menulis (buku, bulpoin, penggaris, dll), komputer, almari, printer, mobil kesehatan keliling dan lain sebagainya. Yayasan Yatim Mandiri juga menyediakan guru untuk mengajar anak-anak yatim dhuafa, agar mereka bisa mendapatkan ilmu sehingga meningkatkan kualitas diri mereka.
5.      Mempunyai lambang tertentu




6.      Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis
Tradisi tidak tertulis yang ada dalam lembaga ini adalah bahwa setiap pagi melakukan do’a bersama, dan membaca Al-Qur’an sebelum melaksanakan pekerjaan masing-masing. Sedangkan tradisi tertulis yakni berbudaya kerja islami (melaksanakan prinsip-prionsip syariah dalam bekerja dan bermasyarakat), amanah (melaksanakan tugas dengan tanggungjawab dan komitmen yang tinggi, disiplin dan memiliki integritas), professional (menjalankan tugas dengan keahlian, ketrampilan dan pengetahuan dibidangnya untuk mencapai kinerja terbaik dengan menjunjung kode etik Yatim Mandiri), dan melayani ( memberikan pelayanan kepada seluruh stakeholder dengan sopan, ramah dan sikap tulus).

DAFTAR PUSTAKA

Bahagia dengan Terapi Hati, Yatim Mandiri: Agustus 2015/Syawwal-Dzulqa’dah 1436 H
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Ni’mah, Zulfatun. Sosiologi Hukum; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras, 2012