Selasa, 17 Mei 2016

Paradigma Perubahan Sosial dan Perubahan Hukum



NAMA                 : SITI MARIYAM
JURUSAN           : ZAKAT WAKAF
NIM                     : 1713143022


Selo Soemardjan mendefinisikan perubahan sosial sebagaimana yang telah dikutip oleh Soerjono Soekanto, bahwa Perubahan Sosial sebagai segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, yang di dalamnya termasuk nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Cara yang dapat kita gunakan untuk mengenali adanya perubahan sosial yaitu dengan membandingkan dua termin waktu yang berbeda, dan dengan adanya perubahan di dalam masyarakat dalam dua termin waktu yang berbeda tersebut maka kita dapat membedakan adanya perubahan sosial, apakah sama ataukah berbeda.  
Adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi perubahan sosial adalah penemuan-penemuan baru, meningkatnya atau berkurangnya jumlah penduduk, pengaruh kebudayaan lain, peperangan, bencana alam dan konflik.
Hubungan perubahan sosial dan sektor hukum merupakan salah satu kajian penting dari disiplin sosiologi hukum. Hubungan tersebut merupakan hubungan interaksi atau timbal balik, dalam arti terdapat pengaruh perubahan social terhadap perubahan sektor hukum sementara di pihak lain perubahan hukum juga berpengaruh terhadap perubahan sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan sosial disatu sisi dan perubahan hukum disisi lain merupakan satu kesatuan yang terpisahkan seperti dua sisi keeping mata uang. Keduanya berinteraksi satu sama lain serta menimbulkan dampak tertentu. Untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan sekurang-kurangnya terdapat dua peradigma atau cara pandang secara ilmiah.

1.  Hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat, agar hukum tidak tertinggal oleh laju perubahan masyarakat.
Ciri-ciri paradigma ini adalah:
a.       Perubahan hukum atau perubahan social cenderung diikuti oleh system lain karena dalam kondisi ketergantungan.
b.      Hukum selalau menyesuaikan diri pada perubahan sosial.
c.       Hukum berfungsi sebagai alat mengabdi pada perubahan sosial.

2. Hukum dapat menciptakan perubahan dalam masyarakat atau setidak-tidaknya dapat memacu perubahan-perubahan.
Ciri-ciri paradigm ini adalah:
a.       Hukum merupakan alat merekayasa masyarakat.
b.      Hukum merupakan lat merubah masyarakat secara langsung.
c.       Hukum berorientasi masa depan.

Terkait dengan paradigma tersebut diatas, contoh kasusnya adalah tuntutan kesamaan hak bagi penyandang disabilitas. Kamis, 3 Desember 2015 sejumlah penyandang disabilitas meakukan aksi unjuk rasa dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional. Salah satunya adalah demo yang dilakukan oleh komunitas penyandang disabilitas didepan Gedung DPRD Jawa Barat, Jlan Diponegoro, Bandung.
Demo tersebut dilakukan dalam rangka menagih janji kepada para anggota dewan yang sampai saat ini belum direalisasikan. Pemerintah menjanjinkan kesejahteraan pada kaum disabilitas namun faktanya sampai sekarang hal tersebut masih belum terwujud. Sbenarnya tuntutan dari kaum disabilitas merupakan hak mendasar yang diterima oleh masyarakat pada umumnya. Namun pada kenyataannya hak tersebut masih belum mereka terima secara adil.
Dalam aksi demo yang dilakukan pada hari itu, mereka mengajukan tuntutan atas:
1.      Hidup yang layak
Kaum disabilitas berharap mendapatkan hidup yang layak. Hak hidup layak tersebut antara lain adalah hak hukum, hak keadilan, hak pendidikan, hak kesehatan, dan lain-lain.
2.      Tidak ada diskriminasi upah
Kaum disabilitas sering kali menerima diskriminasi upah dari perusahaa tempat mereka bekerja. Bahkan salah satu pekerja disabilitas mengaku mendapatkan selisih upah tiga puluh lima persen dibandingkan dengan para pekerja biasa. Selain itu mereka berharap pemerintah mampu memenuhi kuota satu persen yaitu dengan memeperkerjakan satu orang dari seratus orang pekerja.
3.      Pendidikan yang inklusi
Dalam hal pendidikan juga terdapat sedikit diskriminasi, yakni tidak semua sekolah menerima kaum disabilitas dengan berbagai alasan.
4.      Fasilitas publik yang layak bagi disabilitas
Kaum disabilitas menuntut adanya fasilitas publik yang layak sehigga mereka tetap nyaman dalam beraktifitas. Namun semua kendaraan umum dikota-kota besar kecuali transjakarta masih belum ramah pada penyandang disabilitas. Selain itu, trotoar pun juga belum mampu mewadahi kebutuhan mereka secara signifikan.
5.      Kesetaraan hak dengan orang normal
Selain hal tersebut diatas, mereka juga menginginkan adanya kesetaraan hak diantara mereka maupun orang non disabilitas. Mereka tidak menginginkan adanya diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan.

Dengan adanya demo yang meminta kesetaraan hak tersebut maka muncullah UU No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Hukum atau peraturan ini muncul untuk memenuhi kebutuhan khususnya kaum penyandang disabilitas. Dalam UU No. 8 Tahun 1997 ini terdapat pasal yang bertujuan memenuhi tuntutan akan kebutuhan mereka yakni dalam pasal:
1.      Pasal 5 (1) Penyandang disabilitas memiliki hak:
a.       Hidup
b.      Bebas dari Stigma
c.       Privasi
d.      Keadilan dan perlindungan hukum
e.       Pendidikan
f.       Pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi
g.      Kesehatan
h.      Politik
i.        Keagamaan
j.        Keolahragaan
k.      Kebudayaan dan pariwisata
l.        Kesejahteraan sosial
m.    Aksebilitas
n.      Pelayanan Publik
o.      Perlindungan dari bencana
p.      Habilitasi dan rehabilitasi
q.      Konsesi
r.        Pendataan
s.       Hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat
t.        Berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi
u.      Berpindah tempat dan kewarganegaraan, dan
v.      Bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan dan eksploitasi
2.      Pasal 11 poin b disebutkan bahwa “Hak pekerjaan, kewirausahaan dan koperasi untuk penyandang disabilitas meliputi hak: memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan penyandang disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yanga sama.”
Selain hal tersebut dalam  UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas dalam Pasal 131 disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dibentuk KND sebagai lembaga non struktural yang bersifat independen. 
Pasal ini diperjuangkan oleh Komisi VIII. Menurut anggota komisi VIII Desy Ratanasari, "KND merupakan suatu kelembagaan untuk melaksanakan pengawasan, evaluasi, dan advokasi dalam upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas." 
Ia juga mengungkapkan bahwa, Komisi VIII menginginkan KND itu ada, KND memiliki wewenang dan fungsi yang sangat dibutuhkan penyandang disabilitas saat ini, karena pemenuhan penyandang hak-hak penyandang disabilitas belum sesuai dengan yang diinginkan oleh penyandang disabilitas, misalnya fasilitas umum, pendidikan, kesehatan, peluang pekerjaan, sehingga mereka bisa mandiri untuk masa depannya. 

Inilah yang disebut hukum sebagai hal yang mengabdi kepada kebutuhan masyarakat. Hukum bergerak menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Terkait dengan kasus tersebut. Hukum yang baru ini memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas untuk menciptakan kesetaraan hak, jaminan hidup dan pengidupan bagi penyandang disabilitas, serta menghilangkan diskriminasi bagi penyandang disabilitas.

Pembentukan UU No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas tersebut membawa dampak yakni seperti pada Bank Mandiri, ia siap merekrut seratus penyandang disabilitas untuk menjadi pegawai. Tahun 2016 Bank Mandiri menargetkan dapat menerima lebih dari seratus penyandang disabilitas untuk menjadi pegawainya. Hukum disini merupakan alat untuk merubah masyarakat yakni agar masyarakat lebih peduli, tidak melakukan diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas, seperti pada Bank Mandiri yang mau memperkerjakan Penyandang Disabilitas.


DAFTAR PUSTAKA
Ni’mah, Zulfatun. Sosiologi Hukum; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Teras, 2012.
UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
www.dpr.go.id
www.liputan6.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar