Jumat, 03 April 2015

FILSAFAT ARISTOTELES

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dalam sejarah filsafat, selain Plato, tokoh yang paling berpengaruh dan menyita perhatian publik luas hingga saat ini adalah Aristoteles. Banyak komentator semisal Coleridge, sampai demikian jauh membagi manusia menjadi dua kelompok: Platonian dan Aristotelian. Kendati pembagian ini terkesan serampangan dan terlalu menyederhanakan, namun itu juga tidak seratus persen bisa disalahkan. Sebab, memang pada satu sisi karakter orang cenderung idealis sama seperti tokoh pemikir Plato, disisi lain ada juga tipe manusia yang pragmatis dalam melihat persoalan seperti Aristoteles.
Aristoteles banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retorika, dan ilmu-ilmu lainya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, hampir-hampir ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Aristoteles dikenal sebagai Bapak Logika. Hal itu didasari oleh pemikirannya yang tertarik pada pengetahuan kealaman dalam filafatnya dan lebih mementingkan observasi.

B.     RUMUSAN MASALAH 
1.      Bagaimana latar belakang Aristoteles (384-322 SM)?
2.      Apa sajakah karya-karya Aristoteles?
3.      Bagaimana realisme Aristoteles?
4.      Bagaimana filsafat politik Aristoteles?

C.     TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui latar belakang Aristoteles
2.      Untuk mengetahui karya-karya Aristoteles
3.      Untuk mengetahui realism Aristoteles
4.      Untuk mengetahui filsafat politik Aristoteles
BAB II
PEMBAHASAN
A.    ARISTOTELES (384-322 SM)
Aristoteles merupakan murid dan juga teman serta guru Plato, dia mendapat pendidikan yang bagus sebelum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat berfikir saintik inilah yang berpengaruh besar pada Aristoteles.[1] Kecenderungan berfikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Maka jika dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya lebih condong ke aspek abstrak dan idealisme, maka orientasi Aristoteles lebih pada hal-hal yang konkret (empiris).[2]
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota di Thrace. Ayahnya meninggal saat ia masih muda dan dia diambil oleh Proenus. Olehnya juga, Aristoteles mendapatkan pendidikan yang istimewa.[3] Di umur 17 tahun, ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato selama kira-kira 20 tahun hingga Plato meninggal. Setelah Plato meninggal dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates meninggalkan Athena karena ia tidak setuju dengan pendapat Plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Asoss, Aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Pythia. Pada tahun 345 SM kota Asoss diserang oleh tentara Persia, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh, kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke Mytilene di pulau Lebos, tidak jauh dari Asoss.[4]
Dalam pergaulan tingkat atas, ia barangkali lebih berhasil dari Plato karena pada tahun 342 SM, Aristoteles diundang raja Philippos dari Macedonia untuk mendidik anaknya Alexander Agung. Sebagai tutor Alexander , Aristoteles mempunyai pengaruh yang besar terhadap sejarah dunia. Alexander tidak hanya menerima seluruh idea dan rencananya, lebih dari itu juga pola pikirnya. Antara tahun 340-335 SM Aristoteles menekuni riset di Stagira, dibantu oleh Theopratus yang juga alumnus Athena. Riset yang intensif itu dibiayai oleh Alexander, dan menghasilkan kemajuan dalam sains dan filsafat.
Berkat bantuan rajanya saat itu, di Athena ia mendirikan sekolahyang bernama sekolah Lykaion, juga disebut sekolah Paripatetik, yang sebenarnya adalah pusat penelitian ilmiah. Di sekolah ini banyak menghasilkan berbagai macam hasil penelitian yang tidak hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip sains tetapi juga politik, retorika dan lain sebagainya. Namun lama kelamaan posisi Aristoteles di Athena  tidak aman karena ia adalah seorang pendatang. Pada tahun 323, sesudah kematian Iskandar Agung, ia harus melarikan diri dari Athena karena ia dituduh sebagai penyebar ajaran subversif dan atheisme, ia pindah ke Chalcis dan meningggal disana pada tahun 322 SM.[5]
Aristoteles banyak menghasilkan karya-karya hasil penelitian dan pemikiran-pemikiran fisafat. Namun banyak karyanya hilang. Diantara karya-karya yang terkenal adalah Arganan, yaitu karangannya tentang logika yang berisi categories. PriarAnalitycs, mebicarakan silogisme. Pasterior Analitycs, memberikan penjelasan ilmiah tentang pengetahuan sains, dan lain sebagainya. Dari karya-karyanya dapat diketahui pandangan dia tentang beberapa persoalan filsafat, misalnya etika negara, logika, metafisika, dan lain sebagainya.[6]
Perkembangan penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang diusulkan oleh Aristoteles. Di dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak Logika. Loginya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles ini juga disebut "logika formal". Bila orang-ornang sophis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu mendapat kebenaran, Aristoteles dalam Metaphisycs menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.[7]
B.     KARYA-KARYA ARISTOTELES
Secara umum, karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan,[8]yaitu:
1.      Logika, terdiri dari:
·         Categoric (kategori-kategori)
·         De Interpretatione (perihal penafsiran)
·         Analytics Priora (analitika logika yang lebih dulu)
·         Analityca Posteiora (analitika logika yang kemudia)
·         Topica
·         De Sophistics Elenchis (tentang cara berargumen kaum sophis)
2.      Filsafat Alam, terdiri dari:
·         Phisica
·         De Caelo (perihal langit)
·         De generatione et corruptione (timbul-hilangnya mahluk-mahluk jasmani)
·         Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
3.      Psikologi, terdiri dari:
·         De anima (perihal jiwa)
·         Parva naturalia (karangan-karangan kecil tentang pokok alamiah)
4.      Biologi, terdiri dari:
·         De partibus animalium (perihal bagian-bagian binatang)
·         De mutu animalium (perihal gerak binatang)
·         De incessu animalium (tentang binatang yang berjalan)
·         De generatione animalium (perihal kejadian binatang-binatang)
5.      Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia
6.      Etika, terdiri dari:
·         Ethica nicomachea
·         Magna moralia (karangan besar tentang moral)
·         Ethica eudemia
7.      Politik dan Ekonomi, terdiri dari:
·         Politics
·         Economics
8.      Retorika dan Poetika, terdiri dari:
·         Rhetorica
·         Poetica

Menurut Aristoteles, pandangan filsafat tentang etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan. Sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupa, etika dapat mendidik manusia supaya dapat memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Sedangkan ilmu metafisika diharapkan lebih melakukan pengkajian pada persoalan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles, ilmu matafisika inilah yang paling utama dari filsafat, intinya filsafat.[9]

C.    REALISME ARISTOTELES
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan menjadi, Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut sebagai realisme.
Meskipun selama 20 tahun menjadi murid Plato, Aristoteles menolak ajaran Plato tentang Idea. Menurutnya, tidak ada idea-idea abadi. Apa yang dipahami Plato sebagai idea sebenarnya tidak lain adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas indriawi sendiri. Dari realitas indriawi konkret akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang bersifat umum. Menurut Aristoteles, ajaran Plato tentang idea-idea merupakan interpretasi salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam idea-idea abadi. Aristoteles menjelaskan dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas empiris universal. Pendekatan Aristoteles adalah empiris, ia bertolak dari realitas nyata indriawi. Itulah sebabnya ia begitu mementingkan penelitian di alam dan mendukung ilmu-ilmu khusus.[10]
Aristoteles juga menolak paham Plato tentang idea yang baik dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan kontempasi atau penyatuan dengan idea yang baik tersebut. Menurut Aristoteles, apa yang membuat kehidupan manusia bermutu harus dicapai dengan bertolak dari realitas manusia sendiri.
Dalam bahasanya ia mengatakan bahwa setiap benda itu tersusun dari hule dan morfe, yang kemudian dikenal dengan teori hulemorfistik. Hule adalah dasar permacam-macaman. Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan yang menjadi inti dari sesuatu.dengan hule-nya maka sesuatu itu maujud didalam realitas, dan karena, morfe-nya sesuatu itu mengandung arti hakiki sebagai sesuatu.
Pandangan hulemorfis-nya itusejalan tentang teorinya tentang aktus dan potensia-nya. Aktus adalah dasar kesungguhan, sedangkan potensia adalah dasar kemungkinan. Jika dipakai untuk memahami sesuatu yang konkret, maka hule merupakan potensia-nya dan morfe adalah aktus-nya. Segala macam perubahan dan perkembangan ini terjadi karena hule, yang mengandung potensi yang dinamis, bergerak menuju ke bentuk-bentuk aktus murni. Sedangkan aktus murni itu tidak mengandung potensi apa-apa, jadi bersifat tetap, tidak berubah dan abadi.
Aristoteles mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh metode "abstraksi", untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu. Menurutnya pengetahuan itu ada dua, yaitu:
1.      Pengetahuan indra, bertujuan untuk mencapai pengenalan pada hal-hal yang konkret, dan bermacam-macam dan serba berubah.
2.      Pengetahuan budi, bertujuan mencapai pengetahuan abstrak, umum, dan tetap.
Pengetahuan budi inilah yang disebut sebagai ilmu pengetahuan. Antara kedua jenis pengetahuan ini adalah satu kesatuan struktural. Objek pengetahuan itu bermacam-macam dan sifatnya konkret. Karena itu, ia selalu berada dalam perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan. Objek seperti ini dikenal oleh indra dan kemudian diolah oleh budi. Budi bertugas mencari idea yang sama yang terkandung didalam permacam-macam itu, sebagai pengetahuan yang macamnya hanya satu sehingga bersifat umum dan bersama-sama dengan macam-macam hal yang konkret. Jadi, idea itu ada didalam konkret.
           Aristoteles memberi contoh, di dalam realitas konkret ada bermacam-macam manusia. Di dalam permacam-macaman itu terkandung kesamaan sebagai manusia. Oleh sebab itulah Aristoteles berbeda dengan Plato. Aristoteles meerima baik permacam-macaman maupun idea-idea itu dengan keduanya bersifat realistis. Sedangkan Plato menolak permacam-macaman itu sebagai kebenaran (yang menurutnya permacam-macaman itu semu dan hanya bayangan) dan menerima dunia idea sebagai kebenaran satu-satunya.
Aristoteles percaya kepada adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of motion; prima causa). Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan alam ini. Ia bukan pesona, ia tidak memerhatikan do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita. Pandangan filsafatnya tentang etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan.
D.    FILSAFAT POLITIK ARISTOTELES
Dalam bukunya politics, Aristoteles menengarai bahwa “Kita harus memikirkan bukan saja bentuk pemerintahan apa yang terbaik, namun juga apa yang mungkin dan paling mudah dicapai oleh semua.”
Berbeda dengan Plato yang dikenal sebagai pemikir Idealism, Aristoteles lebih dianggap sebagai bapak Empirisme. Dalam bidang politik, klasifikasi Negara harus dilakukan atas dasar pengumpulan fakta yang ada tentang negara itu.
Bila Plato menggunakan metode deduktif, maka Aristoteles memakai metode induktif (Empiriss). Dalam bukunya yang berjudul politika, ia membedaakan tiga bentuk negara yang sempurna, yakni negara yang dipimpin oleh seorang, sejumlah kecil orang, dan banyak orang. Ketiga bentuk negara itu disebutkan juga dengan monarki, aristokrasi, dan politeia. Ketiga bentuk ini dianggap sebagai bentuk yang paling sempurna. Sedangkan bentuk yang tidak sempurna terdiri dari despotie, tirani, poligarki/oligarki, plitokrasi, serta demokrasi. Demokrasi dalam kacamata Aristoteles masih menyisakan masalah. Utamanya, kekhawatiran terjadinya politisasi politikus. Tidak hanya itu, ia juga mengkritisi tirani-raja, dan oligarki-aristokrasi.
    Pendekatan Aristoteles terhadap teori politik yang terdapat dalam bukunya politics, kemudiaan dikembangkan  lagi dalam bukunya yang berjudul Nichomachean Ethics, Rhetoric, dan Methapysic.  Inti  pemikiran politiknya ada empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal, yaitu:
1.      Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas.
2.      Politik adalah ilmu praktis.
3.      Ada hukum moral universal yang harus dipatuhi semua manusia.
4.      Negara adalah institusi alamiah.
Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah kebahagiaan. Dia menyimpulkan bahwa kebahagiaan adalah aktivitas jiwa agar sesuai dengan kebijakan yang sempurna. Kebahagiaan yang sejati hanya bisa dicapai dengan mengupayakan kehidupan moral dan kebaikan intelektual. Aristoteles menekankan bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh pada watak manusia merupakan hal pokok bagi teori politik. Sebab, jika fungsi utama negara adalah untuk membantu individu dalam mencapai tujuannya, maka penting bagi negarawan untuk menyadari tujuan ini. Dan untuk memilki pengetahuan ini, dia pertama-tama harus mengetahui watak manusia. Dalam konteks semacam ini, pengkaji poltik harus mengetahui fakta-fakta mengenai jiwa. Ibarat orang ingin mengobati mata atau tubuh, maka harus mengetahui persoalan mata dan tubuh, bahkan dia harus mengetahui jiwa.
Aristoteles mendefinisikan negara sebagai “Kominitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan”. Istilah “berkecukupan” mengimplikasikan bahwa dalam objek ini tercakup sarana-sarana untuk mencapai tujuannya dan tidak memerlukan bantuan pihak lain dalam merealisasikan potensialitas wataknya. Dalam mengikuti perkembangan masyarakat, Aristoteles menyatakan bahwa banyak bentuk organisasi sosial yang belum sempurna telah ada ditempat yang disitu manusia bisa ditemukan. Mula-mula manusia hidup secara terpisah-pisah, kemudian kelompok-kelompok keluarga bersama-sama dalam komunitas desa untuk saling membantu dan melindungi. Bentuk asosiasi ini, bagaimanapun sangat terbatas secara memadai, mencukupi kebutuhan watak manusia yang paling tepat. Berkecukupan diri menjadi mungkin hanya ketika sejumlah desa menyatukan sumber-sumber daya mereka dan membentuk suatu negara kota. Kebutuhan serupa yang memaksa keluarga-keluarga untuk bersatu menjadi desa, dan desa-desa menjadi suatu komunitas yang lebih besar mendekati pencukupan diri merupakan proses alamiah yang didirikan atas struktur faktual watak manusia.
Bagi Aristoteles, fungsi negara harus peduli dengan karakter warganya, bukan memihak pada elit politiknya. Ia harus memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk menggapai cita-citanya termasuk kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi. Namun begitu, Aristoteles juga menganjurkan partisipasi warga negara dengan baik. Pendek kata, meski Aristoteles tidak menggambarkan suatu pola pemerintahan yang universal namun ia tetap merasa yakin bahwa ilmu politik mampu menemukan tipe negara yang paling ideal dan bisa di praktikkan.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Aristoteles merupakan filosof  yang cenderung berfikir saintifik, dimana hal itu tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Pandangan filsafatnya lebih condong ke aspek abstrak dan idealisme, maka orientasi Aristoteles lebih pada hal-hal yang konkret (empiris).
Secara umum, karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan, yaitu, logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika,  politik dan ekonomi, Retorika dan Poetika.
Filsafat Aristoteles disebut sebagai realisme karena Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya.
Dalam bidang politik, klasifikasi negara harus dilakukan atas dasar pengumpulan fakta yang ada tentang negara itu. Inti  pemikiran politiknya ada empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal, yaitu:
1.      Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas.
2.      Politik adalah ilmu praktis.
3.      Ada hukum moral universal yang harus dipatuhi semua manusia.
4.      Negara adalah institusi alamiah.




DAFTAR PUSTAKA
Maksum, Ali, 2012, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Ruzz Media
Tafsir, Ahmad, 2010, Filsafat Umum, Bandung: Remaja Rosdakarya






[1] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.59
[2] Ali Maksum, Pengantar  Filsafat, (Yogyakarta: Ruzz Media, 2012), h.81
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, h.60
[4] Ali Maksum, Pengantar  Filsafat,  h.81
[5] Ibid.,h.82
[6] Ibid.,h.82
[7] Ibid.,h.82
[8] Ibid.,h.82
[9] Ibid.,h.84
[10] Ibid., h.85

2 komentar: