BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam sejarah
filsafat, selain Plato, tokoh yang paling berpengaruh dan menyita perhatian
publik luas hingga saat ini adalah Aristoteles. Banyak komentator semisal
Coleridge, sampai demikian jauh membagi manusia menjadi dua kelompok: Platonian
dan Aristotelian. Kendati pembagian ini terkesan serampangan dan terlalu
menyederhanakan, namun itu juga tidak seratus persen bisa disalahkan. Sebab,
memang pada satu sisi karakter orang cenderung idealis sama seperti tokoh
pemikir Plato, disisi lain ada juga tipe manusia yang pragmatis dalam melihat
persoalan seperti Aristoteles.
Aristoteles
banyak mempelajari filsafat, matematika, astronomi, retorika, dan ilmu-ilmu
lainya. Dengan kecerdasannya yang luar biasa, hampir-hampir ia menguasai
berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Aristoteles dikenal sebagai Bapak
Logika. Hal itu didasari oleh pemikirannya yang tertarik pada pengetahuan
kealaman dalam filafatnya dan lebih mementingkan observasi.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana latar belakang Aristoteles (384-322
SM)?
2.
Apa sajakah karya-karya Aristoteles?
3.
Bagaimana realisme Aristoteles?
4.
Bagaimana filsafat politik Aristoteles?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui latar belakang Aristoteles
2.
Untuk mengetahui karya-karya Aristoteles
3.
Untuk mengetahui realism Aristoteles
4.
Untuk mengetahui filsafat politik Aristoteles
BAB II
PEMBAHASAN
A. ARISTOTELES (384-322 SM)
Aristoteles
merupakan murid dan juga teman serta guru Plato, dia mendapat pendidikan yang
bagus sebelum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik
pada ilmu kedokteran. Sifat berfikir saintik inilah yang berpengaruh besar pada
Aristoteles.[1]
Kecenderungan berfikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan
filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Maka jika
dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya lebih condong ke aspek
abstrak dan idealisme, maka orientasi Aristoteles lebih pada hal-hal yang
konkret (empiris).[2]
Aristoteles
lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota
di Thrace.
Ayahnya meninggal saat ia masih muda dan dia diambil oleh Proenus. Olehnya
juga, Aristoteles mendapatkan pendidikan yang istimewa.[3]
Di umur 17 tahun, ia
dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia
Plato selama kira-kira 20 tahun hingga Plato meninggal. Setelah Plato meninggal
dunia, Aristoteles bersama rekannya Xenokrates meninggalkan Athena karena ia
tidak setuju dengan pendapat Plato di Akademia tentang filsafat. Tiba di Asoss,
Aristoteles dan rekannya mengajar di sekolah Pythia. Pada tahun 345 SM kota
Asoss diserang oleh tentara Persia, rajanya (rekan Aristoteles) dibunuh,
kemudian Aristoteles dengan kawan-kawannya melarikan diri ke Mytilene di pulau
Lebos, tidak jauh dari Asoss.[4]
Dalam pergaulan tingkat atas, ia barangkali lebih berhasil dari Plato
karena pada tahun 342 SM, Aristoteles diundang raja Philippos dari Macedonia
untuk mendidik anaknya Alexander Agung. Sebagai tutor Alexander , Aristoteles
mempunyai pengaruh yang besar terhadap sejarah dunia. Alexander tidak hanya
menerima seluruh idea dan rencananya, lebih dari itu juga pola pikirnya. Antara
tahun 340-335 SM Aristoteles menekuni riset di Stagira, dibantu oleh Theopratus
yang juga alumnus Athena. Riset yang intensif itu dibiayai oleh Alexander, dan
menghasilkan kemajuan dalam sains dan filsafat.
Berkat bantuan rajanya saat itu, di Athena ia mendirikan sekolahyang
bernama sekolah Lykaion, juga disebut sekolah Paripatetik, yang sebenarnya
adalah pusat penelitian ilmiah. Di sekolah ini banyak menghasilkan berbagai
macam hasil penelitian yang tidak hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip sains
tetapi juga politik, retorika dan lain sebagainya. Namun lama kelamaan posisi
Aristoteles di Athena tidak aman karena
ia adalah seorang pendatang. Pada tahun 323, sesudah kematian Iskandar Agung,
ia harus melarikan diri dari Athena karena ia dituduh sebagai penyebar ajaran
subversif dan atheisme, ia pindah ke Chalcis dan meningggal disana pada tahun
322 SM.[5]
Aristoteles banyak menghasilkan karya-karya hasil penelitian dan
pemikiran-pemikiran fisafat. Namun banyak karyanya hilang. Diantara karya-karya
yang terkenal adalah Arganan, yaitu karangannya tentang logika yang
berisi categories. PriarAnalitycs, mebicarakan silogisme. Pasterior
Analitycs, memberikan penjelasan ilmiah tentang pengetahuan sains, dan lain
sebagainya. Dari karya-karyanya dapat diketahui pandangan dia tentang beberapa
persoalan filsafat, misalnya etika negara, logika, metafisika, dan lain
sebagainya.[6]
Perkembangan penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang diusulkan
oleh Aristoteles. Di dalam dunia filsafat, Aristoteles terkenal sebagai Bapak
Logika. Loginya disebut logika tradisional karena nantinya berkembang apa yang
disebut logika modern. Logika Aristoteles ini juga disebut "logika
formal". Bila orang-ornang sophis banyak yang menganggap manusia tidak
akan mampu mendapat kebenaran, Aristoteles dalam Metaphisycs menyatakan
bahwa manusia dapat mencapai kebenaran.[7]
B. KARYA-KARYA ARISTOTELES
Secara umum, karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan,[8]yaitu:
1. Logika, terdiri dari:
·
Categoric (kategori-kategori)
·
De
Interpretatione (perihal penafsiran)
·
Analytics
Priora (analitika logika yang
lebih dulu)
·
Analityca
Posteiora (analitika logika yang
kemudia)
·
Topica
·
De Sophistics
Elenchis (tentang cara berargumen
kaum sophis)
2. Filsafat Alam, terdiri dari:
·
Phisica
·
De Caelo (perihal langit)
·
De generatione
et corruptione (timbul-hilangnya
mahluk-mahluk jasmani)
·
Meteorologica (ajaran tentang badan-badan jagad raya)
3. Psikologi, terdiri dari:
·
De anima (perihal jiwa)
·
Parva
naturalia (karangan-karangan kecil
tentang pokok alamiah)
4. Biologi, terdiri dari:
·
De partibus
animalium (perihal bagian-bagian
binatang)
·
De mutu
animalium (perihal gerak binatang)
·
De incessu
animalium (tentang binatang yang
berjalan)
·
De generatione
animalium (perihal kejadian
binatang-binatang)
5. Metafisika, oleh Aristoteles dinamakan sebagai filsafat pertama atau theologia
6. Etika, terdiri dari:
·
Ethica
nicomachea
·
Magna moralia (karangan besar tentang moral)
·
Ethica eudemia
7. Politik dan Ekonomi, terdiri dari:
·
Politics
·
Economics
8. Retorika dan Poetika, terdiri dari:
·
Rhetorica
·
Poetica
Menurut Aristoteles, pandangan filsafat tentang etika adalah sarana untuk
mencapai kebahagiaan. Sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupa, etika dapat
mendidik manusia supaya dapat memiliki sikap yang pantas dalam segala
perbuatan. Sedangkan ilmu metafisika diharapkan lebih melakukan pengkajian pada
persoalan tentang hakikat segala sesuatu. Menurut Aristoteles, ilmu matafisika
inilah yang paling utama dari filsafat, intinya filsafat.[9]
C. REALISME ARISTOTELES
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan
menjadi, Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang
bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai
realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut
sebagai realisme.
Meskipun selama 20 tahun menjadi murid Plato, Aristoteles menolak ajaran
Plato tentang Idea. Menurutnya, tidak ada idea-idea abadi. Apa yang dipahami
Plato sebagai idea sebenarnya tidak lain adalah bentuk abstrak yang tertanam
dalam realitas indriawi sendiri. Dari realitas indriawi konkret akal budi
manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang bersifat umum. Menurut Aristoteles,
ajaran Plato tentang idea-idea merupakan interpretasi salah terhadap kenyataan
bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang
empiris. Untuk menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam idea-idea
abadi. Aristoteles menjelaskan dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari realitas
empiris universal. Pendekatan Aristoteles adalah empiris, ia bertolak dari
realitas nyata indriawi. Itulah sebabnya ia begitu mementingkan penelitian di
alam dan mendukung ilmu-ilmu khusus.[10]
Aristoteles juga menolak paham Plato tentang idea yang baik dan bahwa hidup
yang baik tercapai dengan kontempasi atau penyatuan dengan idea yang baik
tersebut. Menurut Aristoteles, apa yang membuat kehidupan manusia bermutu harus
dicapai dengan bertolak dari realitas manusia sendiri.
Dalam bahasanya ia mengatakan bahwa setiap benda itu tersusun dari hule
dan morfe, yang kemudian dikenal dengan teori hulemorfistik. Hule
adalah dasar permacam-macaman. Sedangkan morfe adalah dasar kesatuan yang
menjadi inti dari sesuatu.dengan hule-nya maka sesuatu itu maujud
didalam realitas, dan karena, morfe-nya sesuatu itu mengandung arti
hakiki sebagai sesuatu.
Pandangan hulemorfis-nya itusejalan tentang teorinya tentang aktus
dan potensia-nya. Aktus adalah dasar kesungguhan, sedangkan potensia
adalah dasar kemungkinan. Jika dipakai untuk memahami sesuatu yang konkret,
maka hule merupakan potensia-nya dan morfe adalah aktus-nya.
Segala macam perubahan dan perkembangan ini terjadi karena hule, yang
mengandung potensi yang dinamis, bergerak menuju ke bentuk-bentuk aktus
murni. Sedangkan aktus murni itu tidak mengandung potensi apa-apa, jadi
bersifat tetap, tidak berubah dan abadi.
Aristoteles mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh metode
"abstraksi", untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu. Menurutnya
pengetahuan itu ada dua, yaitu:
1. Pengetahuan indra, bertujuan untuk mencapai pengenalan pada hal-hal yang
konkret, dan bermacam-macam dan serba berubah.
2. Pengetahuan budi, bertujuan mencapai pengetahuan abstrak, umum, dan tetap.
Pengetahuan budi inilah yang disebut sebagai ilmu pengetahuan. Antara kedua
jenis pengetahuan ini adalah satu kesatuan struktural. Objek pengetahuan itu
bermacam-macam dan sifatnya konkret. Karena itu, ia selalu berada dalam
perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan. Objek seperti ini dikenal oleh
indra dan kemudian diolah oleh budi. Budi bertugas mencari idea yang sama yang
terkandung didalam permacam-macam itu, sebagai pengetahuan yang macamnya hanya
satu sehingga bersifat umum dan bersama-sama dengan macam-macam hal yang
konkret. Jadi, idea itu ada didalam konkret.
Aristoteles memberi contoh, di dalam
realitas konkret ada bermacam-macam manusia. Di dalam permacam-macaman itu
terkandung kesamaan sebagai manusia. Oleh sebab itulah Aristoteles berbeda
dengan Plato. Aristoteles meerima baik permacam-macaman maupun idea-idea itu
dengan keduanya bersifat realistis. Sedangkan Plato menolak permacam-macaman
itu sebagai kebenaran (yang menurutnya permacam-macaman itu semu dan hanya
bayangan) dan menerima dunia idea sebagai kebenaran satu-satunya.
Aristoteles percaya kepada adanya Tuhan. Bukti
adanya Tuhan menurutnya ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a first cause of
motion; prima causa). Tuhan itu menurut Aristoteles berhubungan dengan
dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan dengan alam ini. Ia bukan pesona, ia
tidak memerhatikan do’a dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita
tidak usah mengharap ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi, dan
kita mencontoh kesana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita. Pandangan
filsafatnya tentang etika adalah sarana untuk mencapai kebahagiaan dan
merupakan sebagai barang yang tertinggi dalam kehidupan. Etika dapat mendidik
manusia supaya memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan.
D.
FILSAFAT POLITIK ARISTOTELES
Dalam bukunya politics,
Aristoteles menengarai bahwa “Kita harus memikirkan bukan saja bentuk
pemerintahan apa yang terbaik, namun juga apa yang mungkin dan paling mudah
dicapai oleh semua.”
Berbeda dengan
Plato yang dikenal sebagai pemikir Idealism, Aristoteles lebih dianggap sebagai
bapak Empirisme. Dalam bidang politik, klasifikasi Negara harus dilakukan atas
dasar pengumpulan fakta yang ada tentang negara itu.
Bila Plato
menggunakan metode deduktif, maka Aristoteles memakai metode induktif (Empiriss).
Dalam bukunya yang berjudul politika, ia membedaakan tiga bentuk negara
yang sempurna, yakni negara yang dipimpin oleh seorang, sejumlah kecil orang, dan
banyak orang. Ketiga bentuk negara itu disebutkan juga dengan monarki,
aristokrasi, dan politeia. Ketiga bentuk ini dianggap sebagai bentuk
yang paling sempurna. Sedangkan bentuk yang tidak sempurna terdiri dari despotie,
tirani, poligarki/oligarki, plitokrasi, serta demokrasi. Demokrasi
dalam kacamata Aristoteles masih menyisakan masalah. Utamanya, kekhawatiran
terjadinya politisasi politikus. Tidak hanya itu, ia juga mengkritisi
tirani-raja, dan oligarki-aristokrasi.
Pendekatan Aristoteles terhadap teori politik
yang terdapat dalam bukunya politics, kemudiaan dikembangkan lagi dalam bukunya yang berjudul Nichomachean
Ethics, Rhetoric, dan Methapysic.
Inti pemikiran politiknya ada
empat premis etis dan filosofis yang sangat terkenal, yaitu:
1.
Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki
kehendak bebas.
2.
Politik adalah ilmu praktis.
3.
Ada hukum moral universal yang harus dipatuhi
semua manusia.
4.
Negara adalah institusi alamiah.
Dalam bukunya Ethics,
Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia adalah kebahagiaan. Dia
menyimpulkan bahwa kebahagiaan adalah aktivitas jiwa agar sesuai dengan
kebijakan yang sempurna. Kebahagiaan yang sejati hanya bisa dicapai dengan
mengupayakan kehidupan moral dan kebaikan intelektual. Aristoteles menekankan
bahwa pelacakan yang sungguh-sungguh pada watak manusia merupakan hal pokok
bagi teori politik. Sebab, jika fungsi utama negara adalah untuk membantu
individu dalam mencapai tujuannya, maka penting bagi negarawan untuk menyadari
tujuan ini. Dan untuk memilki pengetahuan ini, dia pertama-tama harus
mengetahui watak manusia. Dalam konteks semacam ini, pengkaji poltik harus
mengetahui fakta-fakta mengenai jiwa. Ibarat orang ingin mengobati mata atau
tubuh, maka harus mengetahui persoalan mata dan tubuh, bahkan dia harus
mengetahui jiwa.
Aristoteles mendefinisikan
negara sebagai “Kominitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi
kehidupan yang sempurna dan berkecukupan”. Istilah “berkecukupan”
mengimplikasikan bahwa dalam objek ini tercakup sarana-sarana untuk mencapai
tujuannya dan tidak memerlukan bantuan pihak lain dalam merealisasikan
potensialitas wataknya. Dalam mengikuti perkembangan masyarakat, Aristoteles
menyatakan bahwa banyak bentuk organisasi sosial yang belum sempurna telah ada
ditempat yang disitu manusia bisa ditemukan. Mula-mula manusia hidup secara
terpisah-pisah, kemudian kelompok-kelompok keluarga bersama-sama dalam
komunitas desa untuk saling membantu dan melindungi. Bentuk asosiasi ini, bagaimanapun
sangat terbatas secara memadai, mencukupi kebutuhan watak manusia yang paling tepat.
Berkecukupan diri menjadi mungkin hanya ketika sejumlah desa menyatukan
sumber-sumber daya mereka dan membentuk suatu negara kota. Kebutuhan serupa
yang memaksa keluarga-keluarga untuk bersatu menjadi desa, dan desa-desa
menjadi suatu komunitas yang lebih besar mendekati pencukupan diri merupakan
proses alamiah yang didirikan atas struktur faktual watak manusia.
Bagi
Aristoteles, fungsi negara harus peduli dengan karakter warganya, bukan memihak
pada elit politiknya. Ia harus memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk
menggapai cita-citanya termasuk kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi. Namun
begitu, Aristoteles juga menganjurkan partisipasi warga negara dengan baik.
Pendek kata, meski Aristoteles tidak menggambarkan suatu pola pemerintahan yang
universal namun ia tetap merasa yakin bahwa ilmu politik mampu menemukan tipe negara
yang paling ideal dan bisa di praktikkan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Aristoteles
merupakan filosof yang cenderung berfikir saintifik, dimana hal itu tampak dari pandangan-pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak
menggunakan metode empiris. Pandangan
filsafatnya lebih condong ke aspek abstrak dan idealisme, maka orientasi
Aristoteles lebih pada hal-hal yang konkret (empiris).
Secara umum, karya-karya Aristoteles berjumlah delapan pokok bahasan, yaitu,
logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, Retorika dan Poetika.
Filsafat
Aristoteles disebut sebagai realisme karena Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam
bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang
sesungguhnya.
Dalam bidang
politik, klasifikasi negara harus dilakukan atas dasar pengumpulan fakta yang
ada tentang negara itu. Inti
pemikiran politiknya ada empat premis etis dan filosofis yang sangat
terkenal, yaitu:
1.
Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki
kehendak bebas.
2.
Politik adalah ilmu praktis.
3.
Ada hukum moral universal yang harus dipatuhi
semua manusia.
4.
Negara adalah institusi alamiah.
DAFTAR PUSTAKA
Maksum, Ali, 2012,
Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Ruzz Media
Tafsir, Ahmad,
2010, Filsafat Umum, Bandung: Remaja Rosdakarya
sudah tak komen jangan nangis
BalasHapusokey sip
BalasHapus