Sabtu, 25 April 2015

'Ariyah





Dewasa ini, pinjam meminjam dan utang piutang tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial masyarakat. Hal ini didasari oleh fakta bahwasanya manusia memiliki kebutuhan hidup. Pada hakikatnya kebutuhan tersebut berguna untuk kelangsungan hidup. Berangkat dari hal tersebut, maka manusia akan senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut, maka manusia juga memerlukan alternatif ketika mereka tidak lagi memiliki modal untuk meraih kebutuhannya. Salah satunya ialah dengan pinjam meminjam dan utang piutang. Dalam Islam, juga mengatur terkait pinjam meminjam dan utang piutang tersebut. Pinjam meminjam dalam Islam disebut dengan ‘ariyah. Sedangkan utang piutang dalam Islam disebut dengan qard.
‘Ariyah merupakan pemanfaatan suatu barang dari seorang pemilik kepada orang lain secara cuma-cuma dan terdapat kewajiban untuk mengembalikannya. Sedangkan qard adalah peminjaman dari kreditur kepada debitur untuk kemudian dikembalikan setelah mampu.
1.      Apa pengertian dari ‘ariyah?
2.      Apa dasar hukum dari ‘ariyah?
3.      Apa sajakah syarat dan rukun ‘ariyah?
4.      Apa pengertian dari qard?
5.      Apa dasar hukum qard?
6.      Apa sajakah syarat dan rukun qard?
7.      Apa perbedaan dari qard dan ‘ariyah?
1.      Untuk mengetahui pengertian dari ‘ariyah
2.      Untuk mengetahui dasar hukum dari ‘ariyah
3.      Untuk mengetahui syarat dan rukun ‘ariyah
4.      Untuk mengetahui  pengertian dari qard
5.      Untuk mengetahui  dasar hukum qard
6.      Untuk mengetahui  syarat dan rukun qard
7.      Untuk mengetahui  perbedaan dari qard dan ‘ariyah
Secara etimologi, ariyah adalah العَارِيَة diambil dari kata عَارَ yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat, ariyah berasal dari kata التَّعَاوُرُ yang sama artinya dengan   اَلتَّنَاوُلْ اَوِالتَّنَاوُبُ saling menukar dan mengganti, yakni dalam tradisi pinjam-meminjam.[1]
Sedangkan secara terminologi, ‘ariyah ada beberapa pendapat:
1.      Menurut ulama Hanafiyah, ‘ariyah ialah:
تَمْلِيْكُ المَنَافِعِ مَجَانًا
“Pemilikan manfaat secara cuma-cuma.”[2]

2.      Menurut ulama Malikiyah, ‘ariyah ialah:
تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مُؤَقَّتَةٍ ﻻَبِعَوْضٍ
 “Pemilikan manfaat dalam jangka waktu tertentu dengan tanpa imbalan.”[3]

3.      Menurut ulama Syafi’iyah, ‘ariyah ialah:
إبَاحَةُالْاِنْتِفَاعِ مِنْ شَخْصٍ فيْهِ أَهْلِيَّةالتَّبَرُّعِ بِمَايَحِنُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِعَيْنِهِ لِيَرُدَّهُ عَلَى الْمُتَبَرُّعِ
“Kebolehan mengambil manfaat oleh seseorang dan sesuatu yang mungkin dapat dimanfaatkan, beserta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.”[4]

4.      Menurut ulama Hanabilah, ‘ariyah ialah:
إبَاحَةُنَفْعِ الْعيْنِ بِغَيْرِ عَوْضٍ مِنَ الْمُسْتَعِرِ أَوْغَيْرهِ 
“Kebolehan memanfaatkan suatu zat barang tanpa imbalan dari pinjaman atau yang lainnya.”[5]
5.      Menurut Ibn Rif’ah, ‘ariyah ialah:
 إبَاحَةُاْلْاِنْتِفَاعِ بِمَا يَحِلُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ لِيَرُدَّه
“Kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya supaya dapat dikembalikan.”[6]

6.      Menurut al-Mawardi, ‘ariyah ialah:
الُمَنَافِعِهِبَةُ
“Meberikan manfaa-manfaat.”[7]

7.      ‘Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu dapat dikembalikan.[8]

Menurut Sayyiq Sabiq, tolong menolong (‘ariyah) adalah sunnah. Sedangkan menurut al-Ruyani sebagaiamana dikutipoleh Taqiy al-Din, bahwa ‘ariyah hukumnya wajib ketika awal Islam. Adapun landasan hukumnya dari nash Al-Qur’an ialah:[9]
وَتَعَاوَنُوْاعَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى وَلاَ تَعَاوَنُوْاعَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)
إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوْااْلاَمَانَاتِ اِلٰىۤ اَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu agar menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (Al-Nisa’: 58)
            Sebagaimana bidang-bidang lain, selain Al-Qur’an landasan hukum yang kedua ialah Al-Hadis. Dalam landasan ini ‘ariyah dinyatakan sebagai berikut:[10]
أَدِّالْأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَتَخُنْ مَنْ خَا نَكَ
“Sampaikanlah amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan janganlah kamu khianat sekalipun dia khianat kepadamu.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud)
اَلعَارِيَةَمُؤَذَاةٌ
 “Barang pinjaman adalah benda yang wajib dikembalikan.” ( Riwayat Abu Dawud)
لَيسَ عَلَى الْمُسْتَعِرِ غَيْرِالمُغِلِّ ضَمَانٌ وَلاَالْمُستَوْدِعِ غِيْرِالمُغِلِّ ضَمَانٌ
“Pinjaman yang tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerugian dan orang yang menerima titipan yang tidak khianat tidak berkewajiban mengganti kerugian.” (Riwayat Daruquthni)
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُأَدَاءَهَااَدَّى اللّٰهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَيُرِيْدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللّٰهٌ
“Siapa yang meminjam harta manuusia dengan kehendak membayarnya, maka Allah akan membayarnya, barang siapa yang meminjam hendak melenyapkanya maka Allah akan melenyapkan hartanya.” (Riwayat Bukhari)
مُطِلُّ الْغَنِّىِّ ظُلْمٌ
“Orang kaya yang memperlambat (melalaikan) kewajiban mebayar utang adalh zalim (berbuat aniaya).” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
وَاللّٰهُ فِي عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Dan Allah selalu menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir No: 6577)[11]

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ‘ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun ariyah.
Menurut ulama Syafi’iyah, dalam ‘ariyah disyariaatkan adanya lafazh sighat akad, yakni ucapan ijab  dan qabul dari peminjam dan yang meminjamkan barang pada waktu transakasi sebab memanfaatkan milik barang bergantung pada adanya izin.
Secara umum, jumhur ulam fiqih menyatakan bahwa rukun ‘ariyah adalah sebagai berikut:[12]
1.      Mu’ir (peminjam)
2.      Musta’ir (yang meminjamkan)
3.      Mu’ar (barang yang dipinjam)
4.      Shigat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik degan ucapan maupun perbuatan.
Ulama fiqih mensyaratkan dalam akad ‘ariyah sebagai berikut:[13]
1.      Mu’ir berakal sehat
Dengan demikian, orang gila dan anak kecil yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang. Ulama Hanafiyah tidak mensyaratkan sudah baligh, sedangkan ulama lainya menambahkan bahwa yang berhak meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa dipaksa, bukan anak kecil, bukan oraang bodoh , dan bukan orang yang sedang pailit.
2.      Pemegangan barang oleh peminjam
Yang dianggap sah memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah
3.      Barang (musta’ar) dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya. Jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah
Para ulama menetapkan bahwa ‘ariyah dibolehkan terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya seperti meminjamkan tanah, pakaiana, binatang, dan lain-lain.
Diharamkan meminjamkan senjata dan kuda terhadap musuh, juga diharamkan meminjamkan Al-Qur’an atau yang berkaitan dengn Al-Qur’an kepada orang kafir. Juga dilarang meminjamkan alat berburu kepada orang yang sedangn ihram.
Secara etimologi, qarad berarti اَلْقَطْعُ (potongan). Harta yang dibayarkan kepada muqtarid (yang diajak akad qarad) dinamakan qarad, sebab merupakan potongan dari harta muqtarid.[14]
Pengertian qarad secara terminologi, yakni:
1.      Menurut ulama Hanafiyah[15]
“Sesuatu yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk memenuhi kebutuhannya.”
“Akad tertentu dengan membayarkan harta mitsil kepada orang lain supaya membayar harta yang sama kepadanya.”
2.      Menurut Muhammad Muslehuddin[16]
“Qardh merupakan suatu jenis pinjaman pendahuluan untuk kepentingan peminjaman. Ini meliputi semua bentuk barang yang bernilai dan bayarannya juga sama dengan apa yang dipinjamkan. Peminjam tidak mendapatkan nilai yang berlebih karena itu akan merupakan riba yang dilarang dengan keras.”
3.      Menurut Sayid Bakri al-Dimyati[17]
“Memberikan suatu hak milik yang nantinya harus dikembalikan dalam keadaan yang sama”.
4.      Menurut Sayyid Sabiq[18]
“Qardh adalah harta yang diberikan seseorang pemberi pinjaman kepada orang yang dipinjami untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu.”
Qard dibolehkan dalam Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’
1.      Al Qur'an[19]
مَنْ ذَاالَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًاحَسَنًافَيُضٰعِفَهُ لَهُۤ اَضْعَافًاكَثِيْرَةً وَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Barangsiapa yang mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik, maka Allah SWT akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan sebanyak-banyaknya.” (QS Al Baqarah : 245)
وَاَقِيْمُواالصَّلٰوةُوَاٰتُواالزَّكٰوةَوَاَقْرِضُوااللّٰهَ قَرْضًاحَسَنًا
“Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah SWT berupa pinjaman yang baik.” ( QS Al Muzamil : 20 )

2.      A-Sunnah[20]
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali, melainkan pinjaman itu (berkedudukan)  seperti shadaqah  sekali’.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no. 1389 dan Ibbnu Majah II: 812 no. 2430)

3.      Ijma’[21]
Kaum muslimin sepakat bahwa qarad dibolehkan dalam Islam. Hukum qarad adalah dianjurkan (mandhub) bagi muqri dan mubah bagi muqtarid. Berdasarkan hadis diatas juga ada hadis lainya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ لنَّبِيَّ قَالَ: مَنْ نَفَّسَ عَلَى مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللّٰهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلاۤخِرَةِ وَاللّٰهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda “Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan diantara sekian banyak kesusahan dunia dari seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat ;barangsiapa memberi kemudahan pada orang yang didera kesulitan, niscaya Allah memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut selalu menolong saudaranya.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no.1888, Muslim IV: 2074 no: 2699, Tirmidzi IV: 265 no: 4015, ‘Aunul Ma’bud XIII: 289 no: 4925)
1.      Rukun Qardh[22]
Rukun dari akad qardh yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
a)      Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam) dan muqridh (pemberi pinjaman).
b)      Objek akad, yaitu dana.
c)      Tujuan, yaitu „iwad atau countervalue berupa pinjaman tanpa imbalan.
d)     Shighah, yaitu ijab dan qabul.

2.      Syarat Qardh[23]
Adapun syarat-syarat pihak yang berakad adalah:
a)      Cakap hukum (Baligh & Berakal) dan tidak dalam keadaan gila, payah (sakit) dan perwalian, kecuali dalam kondisi darurat.
b)      Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan dipaksa / terpaksa /dibawah tekanan.
Sedangkan syarat obyek (qardh) adalah:
a)      Barang itu  dapat  diukur,  ditimbang  dan  atau  ditakar.  Barang  tersebut termasuk  dalam mal mitsly.(Ulama Hanâfiyah).  Sedang  menurut  Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah, barang yang tergolong mal qimy, juga sah  menjadi  objek  akad.  Menurut  mereka mal qimy meliputi :  emas,  perak, makanan, barang perniagaan, dan lain sebagainya.
b)      Barang  itu  bernilai  harta  dan  boleh  dimanfaatkan  dalam  Islam  (mal mutaqawwim)
Dan syarat Akad /sighot ialah:
a)      Lafadz yang digunakan harus jelas yaitu qardh dan atau salaf.
b)      Bagi muqridh,  akad  ditujukan  dalam  rangka  menolong muqtaridh. Akad qardh  baru  dinilai  sempurna  jika  harta  sudah  diterima  oleh  orang  yang berutang.
Qard secara etimologis adalah potongan. Secara istilah bisa diterjemahkan sebagai pinjaman uang. Sedangkan pinjaman barang dalam bahasa fiqh biasanya disebut ‘ariyah.
Qard adalah mengutang barang yang statusnya menjadi hak dan milik yang berhutang yang harus dikembalikan atau dibayar dengan barang yang serupa seperti meminjam uang. Sedangkan ‘ariyah hanyalah pemberin penggunaan (manfaat) barang saja, seperti meminjam motor dan itu untuk dikembaikan lagi.[24]
Oleh karena itu dapatlah diambil suatu pengertian bahwa antara qard dan ‘ariyah terdapat perbedaan yang jelas yaitu, pada qard barang itu menjadi milik si peminjam untuk diambil manfaatnya dan ia wajib mengembalikan barang serupa dengan apa yang dipinjam. Seperti seseorang meminjam pasta gigi untuk digunakan menggosok gigi pada saat itu, dan dilain waktu ia wajib mengembalikan barang berupa pasta gigi yang lain. Sedangkan dalam ‘ariyah, si peminjam hanya dapat memiliki manfaatnya saja. Artinya barang yang dipinjam hanya diambil manfaatnya saja dan harus mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.


















1.      ‘Ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma tanpa adanya suatu imbalan.
2.      Sumber hukum ‘ariyah adalah Al-Qur’an (Al-Maidah:2 dan Al-Nisa’:58) dan Al-Hadis.
3.      Syarat ‘ariyah adalah adanya Mu’ir (peminjam), Musta’ir (yang meminjamkan), Mu’ar (barang yang dipinjam), Shigat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk mengambil manfaat, baik degan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun ‘ariyah adalah Mu’ir berakal sehat, Pemegangan barang oleh peminjam, Barang (musta’ar) dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya. Jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah.
4.      Qard adalah pemberian pinjaman harta dari kreditur kepada debitur untuk kemudian dikembalikan setelah mampu.
5.      Sumber hukum qard yaitu Al-Qur’an (Al Baqarah: 245 dan Al Muzamil : 20) , Al-Hadis dan Ijma’
6.      Syarat Qard adalah baligh, dilakukan secara sukarela, barang dapat diukur, ditimbang dan ditakar, barang boleh dimanfaatkan, dilakukan dengan akad yang jelas, dan akad ditujukan untuk menolong orang. Dan rukun qard adalah muqtaridh (peminjam) ,muqridh (pemberi pinjaman), objek akad, dan shighah.
7.       Qard adalah mengutang barang yang statusnya menjadi hak dan milik yang berhutang yang harus dikembalikan atau dibayar dengan barang yang serupa. Sedangkan ‘ariyah hanyalah pemberin penggunaan (manfaat) barang saja.








‘Azhim, ‘Abdul, 2011, Al-Wajiz, Jakarta: Pustaka as-Sunnah
Huda, Qomarul, 2011, Fiqh Mu’amalah, Yogyakarta: Teras
library.walisongo.ac.id, diakses pada tanggal 7 April 2015
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo
Santoso, Andita Yuni, 2005, “Pelaksanaan Akad Pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang”, S2 Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Shandy Dwi Fernandi & Yogie Respati, 2012, “Ushul Fiqh dan Fiqh Muamalah Akad dalam Keuangan Syari’ah: Rahn, Qardh, Hiwalah, Ijarah, Kafalah dan Wakalah”, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
Suhendi, Hendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Syafe’I, Rachmat, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia



[1] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.139
[2] Qomarul Huda, Fiqh Mu’amalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 70
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h.92
[7] Ibid.
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2008), h. 322
[9] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.93
[10] Ibid.
[11]Abdul ‘Azhim, Al-Wajiz, (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2011), h. 707
[12] Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, h.141
[13]Ibid.
[14] Ibid., h.151
[15] Ibid., h.151
[16] Andita Yuni Santoso,“Pelaksanaan Akad Pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang”, S2 Tesis, Universitas Diponegoro, 2005, h.30
[18] Ibid.,
[19] Andita Yuni Santoso,“Pelaksanaan Akad Pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang”,  2005,  h.30
[20]Abdul ‘Azhim, Al-Wajiz, h. 694
[21] Ibid.
[22] Shandy Dwi Fernandi & Yogie Respati, “Ushul Fiqh dan Fiqh Muamalah Akad dalam Keuangan Syari’ah: Rahn, Qardh, Hiwalah, Ijarah, Kafalah dan Wakalah”, Universitas Indonesia, 2012, h.13
[23] Ibid.

[24] library.walisongo.ac.id, diakses pada tanggal 7 April 2015

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus