Dewasa ini, pinjam meminjam dan
utang piutang tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial masyarakat. Hal ini
didasari oleh fakta bahwasanya manusia memiliki kebutuhan hidup. Pada
hakikatnya kebutuhan tersebut berguna untuk kelangsungan hidup. Berangkat dari
hal tersebut, maka manusia akan senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup
tersebut, maka manusia juga memerlukan alternatif ketika mereka tidak lagi memiliki
modal untuk meraih kebutuhannya. Salah satunya ialah dengan pinjam meminjam dan
utang piutang. Dalam Islam, juga mengatur terkait pinjam meminjam dan utang
piutang tersebut. Pinjam meminjam dalam Islam disebut dengan ‘ariyah. Sedangkan
utang piutang dalam Islam disebut dengan qard.
‘Ariyah merupakan pemanfaatan suatu
barang dari seorang pemilik kepada orang lain secara cuma-cuma dan terdapat
kewajiban untuk mengembalikannya. Sedangkan qard adalah peminjaman dari kreditur
kepada debitur untuk kemudian dikembalikan setelah mampu.
1.
Apa pengertian dari ‘ariyah?
2.
Apa dasar hukum dari ‘ariyah?
3.
Apa sajakah syarat dan rukun ‘ariyah?
4.
Apa pengertian dari qard?
5.
Apa dasar hukum qard?
6.
Apa sajakah syarat dan rukun qard?
7.
Apa perbedaan dari qard dan ‘ariyah?
1.
Untuk mengetahui pengertian dari ‘ariyah
2.
Untuk mengetahui dasar hukum dari ‘ariyah
3.
Untuk mengetahui syarat dan rukun ‘ariyah
4.
Untuk mengetahui pengertian dari qard
5.
Untuk mengetahui dasar hukum qard
6.
Untuk mengetahui syarat dan rukun qard
7.
Untuk mengetahui perbedaan dari qard dan ‘ariyah
Secara
etimologi, ariyah adalah العَارِيَة
diambil dari
kata عَارَ yang
berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat, ariyah
berasal dari kata التَّعَاوُرُ yang sama artinya dengan اَلتَّنَاوُلْ
اَوِالتَّنَاوُبُ
saling menukar dan
mengganti, yakni dalam tradisi pinjam-meminjam.[1]
Sedangkan
secara terminologi, ‘ariyah ada beberapa pendapat:
1.
Menurut ulama Hanafiyah, ‘ariyah ialah:
تَمْلِيْكُ
المَنَافِعِ مَجَانًا
“Pemilikan
manfaat secara cuma-cuma.”[2]
2.
Menurut ulama Malikiyah, ‘ariyah ialah:
تَمْلِيْكُ
مَنْفَعَةٍ مُؤَقَّتَةٍ ﻻَبِعَوْضٍ
“Pemilikan manfaat dalam jangka waktu tertentu
dengan tanpa imbalan.”[3]
3.
Menurut ulama Syafi’iyah, ‘ariyah ialah:
إبَاحَةُالْاِنْتِفَاعِ
مِنْ شَخْصٍ فيْهِ أَهْلِيَّةالتَّبَرُّعِ بِمَايَحِنُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِعَيْنِهِ
لِيَرُدَّهُ عَلَى الْمُتَبَرُّعِ
“Kebolehan
mengambil manfaat oleh seseorang dan sesuatu yang mungkin dapat dimanfaatkan,
beserta tetap zat barangnya supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.”[4]
4.
Menurut ulama Hanabilah, ‘ariyah ialah:
إبَاحَةُنَفْعِ
الْعيْنِ بِغَيْرِ عَوْضٍ مِنَ الْمُسْتَعِرِ أَوْغَيْرهِ
“Kebolehan memanfaatkan
suatu zat barang tanpa imbalan dari pinjaman atau yang lainnya.”[5]
5.
Menurut Ibn Rif’ah, ‘ariyah ialah:
إبَاحَةُاْلْاِنْتِفَاعِ
بِمَا يَحِلُ الْاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ لِيَرُدَّه
“Kebolehan
mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya supaya dapat
dikembalikan.”[6]
6.
Menurut al-Mawardi, ‘ariyah ialah:
الُمَنَافِعِهِبَةُ
“Meberikan
manfaa-manfaat.”[7]
7.
‘Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang
halal kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya,
agar zat barang itu dapat dikembalikan.[8]
Menurut Sayyiq
Sabiq, tolong menolong (‘ariyah) adalah sunnah. Sedangkan menurut al-Ruyani
sebagaiamana dikutipoleh Taqiy al-Din, bahwa ‘ariyah hukumnya wajib ketika awal
Islam. Adapun landasan hukumnya dari nash Al-Qur’an ialah:[9]
وَتَعَاوَنُوْاعَلَى
الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى وَلاَ تَعَاوَنُوْاعَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong
menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong
untuk berbuat dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)
إِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوْااْلاَمَانَاتِ اِلٰىۤ اَهْلِهَا
“Sesungguhnya
Allah memerintahkan kamu agar menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.” (Al-Nisa’: 58)
Sebagaimana bidang-bidang lain,
selain Al-Qur’an landasan hukum yang kedua ialah Al-Hadis. Dalam landasan ini
‘ariyah dinyatakan sebagai berikut:[10]
أَدِّالْأَمَانَةَ
إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ وَلاَتَخُنْ مَنْ خَا نَكَ
“Sampaikanlah
amanat orang yang memberikan amanat kepadamu dan janganlah kamu khianat
sekalipun dia khianat kepadamu.” (Dikeluarkan oleh Abu Dawud)
اَلعَارِيَةَمُؤَذَاةٌ
“Barang pinjaman adalah benda yang
wajib dikembalikan.” ( Riwayat Abu Dawud)
لَيسَ
عَلَى الْمُسْتَعِرِ غَيْرِالمُغِلِّ ضَمَانٌ وَلاَالْمُستَوْدِعِ غِيْرِالمُغِلِّ
ضَمَانٌ
“Pinjaman yang
tidak berkhianat tidak berkewajiban mengganti kerugian dan orang yang menerima
titipan yang tidak khianat tidak berkewajiban mengganti kerugian.” (Riwayat
Daruquthni)
مَنْ
أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُأَدَاءَهَااَدَّى اللّٰهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَيُرِيْدُ
إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللّٰهٌ
“Siapa yang
meminjam harta manuusia dengan kehendak membayarnya, maka Allah akan
membayarnya, barang siapa yang meminjam hendak melenyapkanya maka Allah akan
melenyapkan hartanya.” (Riwayat Bukhari)
مُطِلُّ
الْغَنِّىِّ ظُلْمٌ
“Orang
kaya yang memperlambat (melalaikan) kewajiban mebayar utang adalh zalim
(berbuat aniaya).” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
وَاللّٰهُ
فِي عَوْنِ العَبْدِ مَا كَانَ العَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ
“Dan
Allah selalu menolong hamba-Nya, selama ia menolong saudaranya.” (Shahih:
Shahihul Jami’us Shaghir No: 6577)[11]
Ulama
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun ‘ariyah hanyalah ijab dari yang meminjamkan
barang, sedangkan qabul bukan merupakan rukun ariyah.
Menurut ulama
Syafi’iyah, dalam ‘ariyah disyariaatkan adanya lafazh sighat akad, yakni
ucapan ijab dan qabul dari peminjam dan
yang meminjamkan barang pada waktu transakasi sebab memanfaatkan milik barang
bergantung pada adanya izin.
Secara umum,
jumhur ulam fiqih menyatakan bahwa rukun ‘ariyah adalah sebagai berikut:[12]
1.
Mu’ir (peminjam)
2.
Musta’ir (yang meminjamkan)
3.
Mu’ar (barang yang dipinjam)
4.
Shigat, yakni sesuatu yang menunjukkan
kebolehan untuk mengambil manfaat, baik degan ucapan maupun perbuatan.
Ulama fiqih
mensyaratkan dalam akad ‘ariyah sebagai berikut:[13]
1.
Mu’ir berakal sehat
Dengan demikian, orang gila dan anak kecil
yang tidak berakal tidak dapat meminjamkan barang. Ulama Hanafiyah tidak
mensyaratkan sudah baligh, sedangkan ulama lainya menambahkan bahwa yang berhak
meminjamkan adalah orang yang dapat berbuat kebaikan sekehendaknya, tanpa
dipaksa, bukan anak kecil, bukan oraang bodoh , dan bukan orang yang sedang
pailit.
2.
Pemegangan barang oleh peminjam
Yang dianggap
sah memegang barang adalah peminjam, seperti halnya dalam hibah
3.
Barang (musta’ar) dapat dimanfaatkan tanpa
merusak zatnya. Jika musta’ar tidak dapat dimanfaatkan, akad tidak sah
Para ulama menetapkan bahwa ‘ariyah dibolehkan
terhadap setiap barang yang dapat diambil manfaatnya dan tanpa merusak zatnya
seperti meminjamkan tanah, pakaiana, binatang, dan lain-lain.
Diharamkan meminjamkan senjata dan kuda
terhadap musuh, juga diharamkan meminjamkan Al-Qur’an atau yang berkaitan dengn
Al-Qur’an kepada orang kafir. Juga dilarang meminjamkan alat berburu kepada
orang yang sedangn ihram.
Secara
etimologi, qarad berarti اَلْقَطْعُ (potongan). Harta yang dibayarkan
kepada muqtarid (yang diajak akad qarad) dinamakan qarad, sebab
merupakan potongan dari harta muqtarid.[14]
Pengertian
qarad secara terminologi, yakni:
1.
Menurut ulama Hanafiyah[15]
“Sesuatu yang
diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk
memenuhi kebutuhannya.”
“Akad tertentu
dengan membayarkan harta mitsil kepada orang lain supaya membayar harta yang
sama kepadanya.”
2.
Menurut Muhammad Muslehuddin[16]
“Qardh merupakan
suatu jenis pinjaman pendahuluan untuk kepentingan peminjaman. Ini meliputi
semua bentuk barang yang bernilai dan bayarannya juga sama dengan apa yang
dipinjamkan. Peminjam tidak mendapatkan nilai yang berlebih karena itu akan
merupakan riba yang dilarang dengan keras.”
3.
Menurut Sayid Bakri al-Dimyati[17]
“Memberikan
suatu hak milik yang nantinya harus dikembalikan dalam keadaan yang sama”.
4.
Menurut Sayyid Sabiq[18]
“Qardh adalah
harta yang diberikan seseorang pemberi pinjaman kepada orang yang dipinjami
untuk kemudian dia memberikannya setelah mampu.”
Qard
dibolehkan dalam Islam yang didasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’
1.
Al Qur'an[19]
مَنْ ذَاالَّذِيْ يُقْرِضُ اللّٰهَ قَرْضًاحَسَنًافَيُضٰعِفَهُ
لَهُۤ اَضْعَافًاكَثِيْرَةً وَاللّٰهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Barangsiapa
yang mau memberi pinjaman kepada Allah SWT, pinjaman yang baik, maka Allah SWT
akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan sebanyak-banyaknya.” (QS Al
Baqarah : 245)
وَاَقِيْمُواالصَّلٰوةُوَاٰتُواالزَّكٰوةَوَاَقْرِضُوااللّٰهَ
قَرْضًاحَسَنًا
“Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman
kepada Allah SWT berupa pinjaman yang baik.” ( QS Al Muzamil : 20 )
2. A-Sunnah[20]
عَنِ
ابْنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ: مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا
مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah
SAW bersabda, ‘Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang
lain dua kali, melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti shadaqah sekali’.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no. 1389 dan
Ibbnu Majah II: 812 no. 2430)
3.
Ijma’[21]
Kaum muslimin sepakat bahwa qarad dibolehkan
dalam Islam. Hukum qarad adalah dianjurkan (mandhub) bagi muqri dan mubah bagi
muqtarid. Berdasarkan hadis diatas juga ada hadis lainya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ لنَّبِيَّ قَالَ: مَنْ نَفَّسَ عَلَى مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا
نَفَّسَ اللّٰهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى
مُعْسِرٍ يَسَّرَ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلاۤخِرَةِ وَاللّٰهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ
مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Dari Abu
Hurairah bahwa Nabi bersabda “Barangsiapa menghilangkan satu kesusahan diantara
sekian banyak kesusahan dunia dari seorang muslim, niscaya Allah akan
menghilangkan darinya satu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari
kiamat ;barangsiapa memberi kemudahan pada orang yang didera kesulitan, niscaya
Allah memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong
hamba-Nya, selama hamba tersebut selalu menolong saudaranya.” (Shahih:
Mukhtashar Muslim no.1888, Muslim IV: 2074 no: 2699, Tirmidzi IV: 265 no: 4015,
‘Aunul Ma’bud XIII: 289 no: 4925)
1.
Rukun Qardh[22]
Rukun dari
akad qardh yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:
a)
Pelaku akad, yaitu muqtaridh (peminjam) dan
muqridh (pemberi pinjaman).
b)
Objek akad, yaitu dana.
c)
Tujuan, yaitu „iwad atau countervalue berupa
pinjaman tanpa imbalan.
d)
Shighah, yaitu ijab dan qabul.
2.
Syarat Qardh[23]
Adapun syarat-syarat
pihak yang berakad adalah:
a)
Cakap hukum (Baligh & Berakal) dan tidak
dalam keadaan gila, payah (sakit) dan perwalian, kecuali dalam kondisi darurat.
b)
Sukarela (ridha), tidak dalam keadaan dipaksa
/ terpaksa /dibawah tekanan.
Sedangkan syarat obyek (qardh) adalah:
a)
Barang itu
dapat diukur, ditimbang
dan atau ditakar.
Barang tersebut termasuk dalam mal mitsly.(Ulama Hanâfiyah). Sedang
menurut Ulama Malikiyah, Syafi’iyah
dan Hanabilah, barang yang tergolong mal qimy, juga sah menjadi
objek akad. Menurut
mereka mal qimy meliputi :
emas, perak, makanan, barang
perniagaan, dan lain sebagainya.
b)
Barang
itu bernilai harta
dan boleh dimanfaatkan
dalam Islam (mal mutaqawwim)
Dan syarat
Akad /sighot ialah:
a)
Lafadz yang digunakan harus jelas yaitu qardh
dan atau salaf.
b)
Bagi muqridh,
akad ditujukan dalam
rangka menolong muqtaridh. Akad
qardh baru dinilai
sempurna jika harta
sudah diterima oleh
orang yang berutang.
Qard secara etimologis adalah
potongan. Secara istilah bisa diterjemahkan sebagai pinjaman uang. Sedangkan
pinjaman barang dalam bahasa fiqh biasanya disebut ‘ariyah.
Qard
adalah mengutang barang yang statusnya menjadi hak dan milik yang berhutang
yang harus dikembalikan atau dibayar dengan barang yang serupa seperti meminjam
uang. Sedangkan ‘ariyah hanyalah pemberin penggunaan (manfaat) barang saja,
seperti meminjam motor dan itu untuk dikembaikan lagi.[24]
Oleh karena itu dapatlah diambil
suatu pengertian bahwa antara qard dan ‘ariyah terdapat perbedaan yang jelas
yaitu, pada qard barang itu menjadi milik si peminjam untuk diambil manfaatnya
dan ia wajib mengembalikan barang serupa dengan apa yang dipinjam. Seperti
seseorang meminjam pasta gigi untuk digunakan menggosok gigi pada saat itu, dan
dilain waktu ia wajib mengembalikan barang berupa pasta gigi yang lain.
Sedangkan dalam ‘ariyah, si peminjam hanya dapat memiliki manfaatnya saja.
Artinya barang yang dipinjam hanya diambil manfaatnya saja dan harus
mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.
1.
‘Ariyah adalah memberikan manfaat suatu barang
dari seseorang kepada orang lain secara cuma-cuma tanpa adanya suatu imbalan.
2.
Sumber hukum ‘ariyah adalah Al-Qur’an
(Al-Maidah:2 dan Al-Nisa’:58) dan Al-Hadis.
3.
Syarat ‘ariyah adalah adanya Mu’ir
(peminjam), Musta’ir (yang meminjamkan), Mu’ar (barang yang
dipinjam), Shigat, yakni sesuatu yang menunjukkan kebolehan untuk
mengambil manfaat, baik degan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun ‘ariyah
adalah Mu’ir berakal sehat, Pemegangan barang oleh peminjam, Barang (musta’ar)
dapat dimanfaatkan tanpa merusak zatnya. Jika musta’ar tidak dapat
dimanfaatkan, akad tidak sah.
4.
Qard adalah pemberian pinjaman harta dari
kreditur kepada debitur untuk kemudian dikembalikan setelah mampu.
5.
Sumber hukum qard yaitu Al-Qur’an (Al Baqarah:
245 dan Al Muzamil : 20) , Al-Hadis dan Ijma’
6.
Syarat Qard adalah baligh, dilakukan secara
sukarela, barang dapat diukur, ditimbang dan ditakar, barang boleh
dimanfaatkan, dilakukan dengan akad yang jelas, dan akad ditujukan untuk
menolong orang. Dan rukun qard adalah muqtaridh (peminjam) ,muqridh (pemberi
pinjaman), objek akad, dan shighah.
7. Qard adalah mengutang barang yang statusnya menjadi hak dan milik yang
berhutang yang harus dikembalikan atau dibayar dengan barang yang serupa. Sedangkan
‘ariyah hanyalah pemberin penggunaan (manfaat) barang saja.
‘Azhim,
‘Abdul, 2011, Al-Wajiz, Jakarta: Pustaka as-Sunnah
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006-dwianugera-916-BAB2_210-7.pdf,
diakses pada tanggal 5 April 2015
Huda, Qomarul,
2011, Fiqh Mu’amalah, Yogyakarta: Teras
library.walisongo.ac.id, diakses
pada tanggal 7 April 2015
Rasjid,
Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo
Santoso, Andita Yuni, 2005, “Pelaksanaan
Akad Pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang”, S2 Tesis,
Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Shandy Dwi Fernandi & Yogie
Respati, 2012, “Ushul Fiqh dan Fiqh Muamalah Akad dalam Keuangan Syari’ah:
Rahn, Qardh, Hiwalah, Ijarah, Kafalah dan Wakalah”, Universitas Indonesia, Jakarta,
Indonesia
Suhendi,
Hendi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Syafe’I,
Rachmat, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia
[1]
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah,
(Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.139
[2] Qomarul Huda, Fiqh Mu’amalah,
(Yogyakarta: Teras, 2011), h. 70
[3]
Ibid.
[4]
Ibid.
[5]
Ibid.
[6] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h.92
[7]
Ibid.
[8] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 2008), h. 322
[9]
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h.93
[10]
Ibid.
[11]
‘Abdul ‘Azhim, Al-Wajiz, (Jakarta:
Pustaka as-Sunnah, 2011), h. 707
[12]
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, h.141
[13]Ibid.
[14] Ibid., h.151
[16] Andita Yuni Santoso,“Pelaksanaan Akad
Pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang”, S2 Tesis, Universitas
Diponegoro, 2005, h.30
[17] http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/19/jtptiain-gdl-s1-2006-dwianugera-916-BAB2_210-7.pdf,
diakses pada tanggal 5 April 2015
[18] Ibid.,
[19] Andita Yuni Santoso,“Pelaksanaan Akad
Pembiayaan Qardh pada Bank BRI Syariah Cabang Semarang”, 2005,
h.30
[20]‘Abdul ‘Azhim, Al-Wajiz, h. 694
[21]
Ibid.
[22]
Shandy Dwi Fernandi & Yogie Respati,
“Ushul Fiqh dan Fiqh Muamalah Akad dalam Keuangan Syari’ah: Rahn, Qardh,
Hiwalah, Ijarah, Kafalah dan Wakalah”, Universitas Indonesia, 2012, h.13
[23]
Ibid.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut